Rabu, 31 Desember 2014

Halusinasi

Kenapa kita menimbun riak, kalau kita tau akan surut.
Apa ini masa panen kita, dimana kita bisa menari tarian jala sambil berjingkrakan bersama di bawah langit.
Memetik semua bintang di siang bolong, dan mengantunginya di alam sadar.
Atau ini hanya halusinasi, bahwa kita sedang bahagia ?
Justru riak ini hanyalah beriak yang akan pecah karena ombak. Tersapu terbawa gelombang. 
Dan hilang tinggal pasir.
Ya, kita sadar kalau kita sedang tidak sadar.
Kita sibuk memasang tawa padahal kita pedih.
Kita menyiapkan diri kita untuk menangis dan kecewa.
Dan kita menimbun bahagia, padahal akan tiba musim kering.
Lantas, tanah mana yang akan kau tunggu ?
Apa kau sedia menunggu tanah kering menjadi basah dan lembab padahal sedang tidak hujan ? Atau kau kikis semua, agar tak sia sia kau menunggu pawai hujan turun dari langit.


CATATAN KAKI
JAKARTA, 31 DESEMBER 2014

Sabtu, 18 Oktober 2014

ALONE

I hear the ticking of the clock
Kudengar detak jam

I'm lying here the room's pitch dark
Berbaring di sini, ruangan sungguh gelap

I wonder where you are tonight
Aku bertanya-tanya dimana kau malam ini

No answer on the telephone
Telponku tak kau jawab

And the night goes by so very slow
Dan malam pun berlalu dengan sangat pelan

Oh I hope that it won't end though
Oh kuharap ini takkan berakhir

Alone
Sendiri


Till now I always got by on my own
Hingga kini aku masih sendiri

I never really cared until I met you
Aku tak pernah benar-benar peduli hingga kujumpa denganmu

And now it chills me to the bone
Dan kini aku sungguh kedinginan

How do I get you alone
Bagaimana aku bisa membuatmu sendirian

How do I get you alone
Bagaimana aku bisa membuatmu sendirian


You don't know how long I have wanted
Kau tak tahu berapa lama aku tlah menginginkan

To touch your lips and hold you tight
Untuk menyentuh bibirmu dan mendekapmu

You don't know how long I have waited
Kau tak tahu berapa lama aku tlah menunggu

And I was going to tell you tonight
Dan kan kukatakan kepadamu malam ini

But the secret is still my own
Tapi rahasia ini tetap hanya aku yang tahu

And my love for you is still unknown
Dan cintaku padamu masih belum ada yang tahu

Alone
Sendiri


Till now I always got by on my own
Hingga kini aku masih sendiri

I never really cared until I met you
Aku tak pernah benar-benar peduli hingga kujumpa denganmu

And now it chills me to the bone
Dan kini aku sungguh kedinginan

How do I get you alone
Bagaimana aku bisa membuatmu sendirian

How do I get you alone
Bagaimana aku bisa membuatmu sendirian

How do I get you alone
Bagaimana aku bisa membuatmu sendirian

How do I get you alone
Bagaimana aku bisa membuatmu sendirian

Alone, alone
Sendirian, sendirian

Kamis, 07 Agustus 2014

Tentang Rindu padanya ...

Sungguh aku rindu padanya,
Seperti riak yang memecahkan batu karang di laut.
Entah berapa kali aku meneriakan di dalam hati sendiri, tanpa suara
Kalau aku sungguh-sungguh rindu dirinya.

Tentang mimpi, dan perjalanan itu ..
Berapa kali aku harus meneriakan lagi,
Bahwa aku rindu padanya ...

Rabu, 09 Juli 2014

Yoga ala-ala aku


Menikmati alam dari puncak. 
Memandangi luas, tanpa batas.
Dan aku suka Yoga ala-ala aku ...
Yoga di atas batu, sambil memandang karunia Tuhan 
hihihihi :)

Crown ala-ala aku









Selasa, 08 Juli 2014

Stella Tiga dan Aku pun rindu (tiba-tiba)

Stella tiga. Tiba- tiba aku teringat nama jalan ini. Sungguh nama jalan ini begitu istimewa sampai usiaku beranjak dua puluh delapan.

Bukan soal tempat dimana aku bertemu dengannya. Bukan, bukan sama sekali. Aku tidak pernah bertemu dengan siapapun disana. Bukan soal meretas cinta pada pria, tapi merekam cinta pada masa kecil. Masa kecil yang kurindukan bisa kembali. Dan itu menjadi ingatan sepanjang hayatku.

Stella tiga, tempat kakiku mulai belajar berjalan, awal mulai hidungku merasakan nikmatnya karunia Tuhan yang kuhembus saat aku lahir ke dunia. Tempat pertama kali aku merasakan dekapan tangan orang-orang terkasih.

Aku lahir di sini, aku besar di sini, Stella Tiga. Aku belajar menjadi balita, merasakan semua kebahagiaan masa kanak-kanak, tanpa negosiasi.

Bermain gundukan pasir di depan rumah, memanjat pohon mangga kweni dan alpukat, dari sini aku sadar berawal dari situlah hobiku memanjat gunung.

Bermain di rumah pohon nangka yang dibuatkan Almarhum opung dari sisa kawat bangunan, dari atas itu aku senang bermain teriak-teriakan dan tiba-tiba bergelayutan sepeti monyet , dari situlah aku sadar aku senang sesuatu yang spontan dan tidak bisa diam.

Sore hari, air hujan memandikan rumput-rumput dan tanaman di jalan Stella tiga persis di depan rumah Opung, tidak lupa hujan juga turut andil memandikan tanah, pasir dan aspal. Tidak perduli opung yang sudah tua, harus tertatih menarik tanganku untuk tidak bermain di bawah hujan. Hujan begitu membuatku tertarik dengan semesta. Akalku bertanya, langit sama cengengnya denganku, langit suka menangis seperti aku. Dari sana aku tersadar, betapa aku terlalu cengeng. Menangisi segala sesuatu yang sudah lewat, terkadang berteriak tanpa suara, hanya desau nafas seperti angin tersapu hujan.

Belum lagi, hobiku yang membuat aku geli tertawa mengingatnya. Bermain dengan kotoran ayam atau pup ayam yang masih hangat. Karena, opung mempunyai peliharan ayam dan aku rela masuk ke dalam kandang ayam untuk mengambil kotorannya, sampai-sampai perutku yang buncit dipatuk ayam jantan peliharan si opung.

Setiap aku menceritakan cerita tentang masa kecilku yang satu ini, semua orang yang mendengar spontan memandang jijik, dan menutup mulut, setelah itu tertawa terbahak-bahak. Memilin kotoran ayam seperti mainan lilin tanpa rasa jijik, salah satu kenangan yang tidak pernah kulupa. Aku sampai sekarang tersadar betapa kampungannya aku saat itu. Polos, lugu dan ahh memalukan sekali.

Asal kalian tau, bukan aku tidak punya mainan kelas menengah,  Setiap papa atau opung pulang dari luar kota, salah satu isi tasnya adalah mainan, ya mainan mobilan atau buku bergambar. Jangan bertanya kenapa bukan boneka, atau Barbie ya. Tapi semua mainan itu tidak kusentuh, aku lebih tertarik dengan kotoran ayam ini. Kupilin menjadi ular, menjadi kepala, menjadi segitiga, bulat kemudian kulempar ke tembok putih di sebelah garasi rumah opung. Gara-gara hobiku mengotori tembok garasi, opung harus mengecat minimal sebulan sekali.  Dari sini aku tersadar, aku senang membuat sesuatu tanpa batas, berimajinasi yang terlalu kekanak-kanakan.

Oh iya, ada lagi yang membuatku teringat dengan Stella tiga. Di antara semak rumput yang rimbun, aku menangkap belalang coklat, lalu kugoreng bersama teman-teman masa kecil dengan alat memasak mainan. Satu persatu kami mencicipi hasil buruan belalang kami. Renyah seperti keripik. Dan aku baru ingat, dari sini aku makan tidak pernah pilah-pilih, makanya bentuk badanku sekarang tidak bisa dibohongi.

Begitu banyak cerita yang terekam di stella tiga, dan aku ingin sekali menuntaskan dalam tulisan singkatku ini. Bagiku stella tiga tidak sekedar sebuah jalan, tapi sebuah mimpi, sebuah keluarga dan sebuah kehidupan. Ahh aku tidak bisa menunjukan pada kalian (*pembaca.red) betapa aku ingin kembali pulang ke sana. Ke rumah di sebuah sudut kota medan, berpagar merah bata dan sampai rumah itu pun dijual, pagar itu tetap mempertahankan warna merah bata.

Ada lagi cerita tengan kecebong. Kecebong. Iya aku ingat sekali suka menangkap kecebong di selokan depan rumah opung. Mengurung kodok, di dalam ember bekas cucian mobil. Sampai-sampai kodok dan kecebong itu melompat ke wajahku, hampir saja aku dikencinginya.

Dan salah satu kenangan kecilku di stella tiga yang kubawa sampai sekarang adalah hobiku bercakap-cakap sendiri di atas pohon jambu biji. Aku senang bercakap-cakap seperti dua, atau tiga orang. Aku menjadi diriku, sekaligus aku menjadi dua orang lainnya dengan suara berlainan dan bertingkah sesuai peran yang aku mainkan. Ahh, dari sini aku tersadar dan sangat tersadar, kenangan kecilku yang satu itu membawaku kepada pekerjaanku sekarang, dan aku akan melanjutkan kisah ini di tulisan lain.

Dan aku ingat betul, Bou pernah memukulku dengan sapu lidi bila aku tidak tidur siang karena aku selalu bercakap-cakap sendirian di dalam kamar, kadang di bawah tempat tidur sambil memainkan pena opungku, sebagai orang-orangan. Almarhum opung sering kelabakan mencari penanya untuk menulis atau menandatangani surat rekan kerjanya.

Aku ini aneh. Ya sangat aneh. Bukan satu dua orang yang menjudge-ku aneh. Mantan kekasihku pun kerap dibuat pusing dengan tingkah anehku ini. Dia harus banyak bersabar menghadapi kenanehanku. Aku ingat, dia selalu berkata, untuk segera kembali ke bumi, dan jangan terlalu banyak mengkhayal.

Dari kata-katanya suatu saat akan kubuktikan khayalan masa kecilku akan membawaku kepada kebahagiaan sejati. Sampai sekarang aku tidak pernah menyesal menjadi orang aneh. Nafas dari keanehan, dan berjalan dengan keanehan. Karena aku mencintai setiap cita rasa masa kecilku yang aneh.

Aku tumbuh dari nostalgia keanehan di stella tiga. Menyendiri, menari di bawah hujan, memanjat pohon, berguling-gulingan di atas pasir, menangkap kecebong, kodok dan belalang, bermain kotoran ayam, ahh masih banyak lagi dan aku yang sebenarnya ingin menulis semuanya di sini, harus menundanya. Aku tidak ingin saat menulis kenangan itu rasanya menjadi berbeda. Aku ingin tetap menjadi kanak-kanak, aku ingin tetap seakan ada di stella tiga.

Semoga suatu saat aku bisa mampir ke sana, meski Stella tiga itu bukan menjadi bagian keluargaku. Tapi sungguh-sungguh kenangan itu tidak bisa direbut orang lain.

Dan paragraf terakhir tulisanku, aku berjanji akan melanjutkan cerita Stella Tiga, bersama keluarga dan keanehanku yang lainnya.

Terima kasih Stella Tiga, semoga pemiliknya sekarang menjaga kenangan kami di sana, meski sekarang hanya menjadi rumah tua, kenangan itu tetap hidup sampai sekarang. :(

 *sayang aku tidak punya photo rumah itu secara utuh :(

Salam,

Catherine Fr 


Kenangan akan jalan itu menua, seiring usia kami satu persatu yang semakin tua. 

Minggu, 23 Maret 2014

Bermimpilah bersama Gambarnya :)

Jatuh hati itu indah. Indah seindah saat aku mengingat tentang doa yang dijawab oleh Tuhan.
Jatuh hati itu menakutkan, setakut aku yang hanya bisa bermimpi.
Cuma mimpi, dan merengkuhmu dalam doa. Semoga kamu baik-baik saja.
Saat aku memejamkan mata, aku bisa merasakan kedamaian. Disanalah aku bisa, merindukan kamu tanpa dusta. Memikirkan kamu tanpa takut kecewa. Kini dalam diam, aku bisa merasakan betapa aku pun bisa bahagia, asal aku bisa terus bersama dengan mimpi-mimpi itu, ya bersama dengan gambar-gambarmu.
Seperti nafas yang terus berhembus, begitu juga mimpi ini aku selalu berhembus.
Seperti awan yang terus menari-nari di angkasa, begitu juga dengan mimpi ini yang akan terus menari-nari di kepala. Sejauh angin yang membawaku melayang, dan aku ingin bergandengan dengan kamu. Entah kapan!
Kataku, rindu seperti jarak yang membuatku menahan mulutku untuk menyebut namamu.
Kataku, kamu seperti obat yang memekakkan telinga karena teriakan suaraku sendiri.
*Bermimpilah bersama gambar-gambar itu ...

Le'Gra,



Chaterine


Noted : Prosa tanpa tujuan