Jumat, 25 November 2011

KOPER

Ini bukan pertama kalinya sosok satu abad ini membongkar bolak-balik isi kopernya. Entah apa yang dia perbuat dengan kopernya. Sering aku bertanya pada sosok berambut putih itu apa yang kerap dia lakukan dengan koper tua berwarna hijau tentara. Satu-satunya peninggalan harta setelah harta benda ludes dan habis terjual oleh dua orang anaknya yang selalu dikutukinya.

“Mencari harta yang masih tersisa dan memastikan tetap tersimpan rapi di dalam,” ujarnya tanpa mengindahkan pertanyaanku.

Aku kurang paham dengan jawaban yang dilontarkan. Seksama aku mengamati tangan rapuh itu mengeluarkan isi kopernya, memasukannya lagi, mengeluarkannya, merapikan kembali ke dalam koper itu.

Kutanya lagi karena aku masih penasaran. Apalagi saat hari pertama dia menginap di rumah kami. Aktvitas yang sama yang kerap diperbuat.

“Memastikan dan mengecek apakah hartaku satu-satunya masih tetap tinggal di dalam koper ini, “ pungkasnya tanpa melihat ke arahku. Kedua tangannya sudah sangat rapuh, tulang-tulangnya sudah sangat jelas terlihat. Daging ataupun kulit tak kuasa menutupi garis usianya.

Ini bukan sekali dua kali dia melakukan hal yang sama berulang-ulang. 10 jari tangan, 10 jari kaki pun tak cukup untuk menjumlahkan kebiasaannya. Ribuan kali dirinya melakukan hal yang sama.

Di pagi hari baru bangun tidur dia segera mengambil kopernya di pojokan bersebelahan dengan meja belajar, tepat di bawah jendela kamarku. Diseretnya koper itu, kemudian ditidurkannya. Sssrrreeettt, dia membuka resleting kancing koper yang sudah terdengar agak seret. Dibukanya lebar-lebar tas itu, dikeluarkan satu per-satu isinya. Diambilnya kertas Koran, mulai dari baju,sarung dan berbagai macam barang di bungkusnya dengan Koran. Begitu cekatan dan sangat rapih. Usia senja seperti ini, nenek tua itu patut diacungi jempol. Hidupnya yang resik dan sangat rapi dengan membungkus semua barang-barangnya dengan kertas Koran alhasil membuat dia lupa menaruh barang-barang pribadinya dimana, dan menuduh kami pelaku pencurian bersindikat keluarga.

Pernah satu rumah dihebohkan dengan hilangnya sandal hitam kesayangannya. Dia mengira ada pencuri menyeludup masuk ke dalam rumah dan mengambilnya. Setelah menyisir semua sudut di rumah. Kami berhasil menemukan sendalnya yang sangat rapih terbungkus berlapis-lapis kertas Koran.

Astaga sepasang sandal tua. Pencuri. Kertas Koran. Tumpukan Koran bekas. Heboh. Saat itu benar-benar menjadi ajang untuk emosi. Oke kembali lagi masalah koper.

Menurutku kebiasaan nenek tua ini begitu unik. Baru menit ini dia membongkar kopernya, disusunnya isi koper dengan rapih. Dan dikembalikannya lagi ditempat semula. Tidak sampai lima menit kemudian, dia kembali membongkar kopernya, menyusunnya, melepas bungkusan Koran, membungkusnya lagi. Merapihkannya lagi. Hufttt. Aku yang melihat sampai jengah dan bosan melihatnya. Tingkahnya ini melebihi dosis minum obat atau makan empat sehat lima sempurna per harinya. Dari pagi, siang, sore dan menjelang tidur malam.

Aku sempat penasaran isi koper miliknya itu. Rasa ingin tahuku semakin besar. Akhirnya kuputuskan membongkar kopernya saat dia sedang mandi dan astaggaaaa aku menemukan sesuatu ….

Bersambung

Rabu, 23 November 2011

Arghhhhh .......
Gw ga benar-benar pengen tahu. Semuanya. Muak ... Pengen melempar sesuatu.

Jumat, 18 November 2011

" Not sure if you know this, But when we first met
I got so nervous I couldn't speak "


Hahaha, sepertinya kalimat ini mengandung sesuatu yang bermakna dalam banget. Yup, berasa deg-deg-an kalo ketemu dia :D

Rabu, 16 November 2011

Lagi-lagi karena "Perbedaan".

.....

Lagi-lagi karena "Perbedaan".
Kalimat ini yang pertama kali terbesit di kepalaku, saat gadis kecil itu memulai ceritanya.
Belum beberapa saat airmatanya pun deras mengalir. Tak hanya rambutnya yang terurai panjang, baju lengan panjang dan alas yang kami pakai untuk sharing pun harus kebanjiran airmatanya.

Dalam posisi tengkurap bercerita, aku, gadis kecil itu dan salah satu sahabat dekatnya, tengah bersiap menyaksikan letupan perasaannya. Dalam benakku, haruskah sesakit ini lantaran "Perbedaan ?", haruskah se-tragis ini perpisahan lantaran "Perbedaan ?".

Sedikit mundur ke belakang, aku benar-benar ada posisi gadis kecil ini. Betapa merananya hidup lantaran perbedaan. Menyiksa dan ingin berontak padaNya, tapi aku mengerti maksud terselubung yang Tuhan rancang, dan kini aku paham dan aku benar-benar mengucap syukur tiada henti.

Satu hal yang ingin bagi pada gadis kecil itu, tak ada sesuatu terjadi dalam hidupnya tanpa kehendak dan ijin Bapa di Sorga. Begitu baik setiap rancangan dalam hidupnya, aku, kamu dan kalian.

Mungkin jika aku tidak pernah mengalaminya, aku tidak tau bagaimana rasa sakit itu sesungguhnya. Aku tidak bisa merasa senasib dengan gadis kecil ini, berurai airmata dan menjerit seunggukan seperti saat itu. "Bersyukur perbedaan itu boleh ada, sekalipun aku harus mengalami kepahitan yang luar biasa karena perlakuannya dan butuh waktu untuk bangkit atau sekedar mengatakan, Ya Tuhan aku mau mengampuninya "

Entah bagaimana Tuhan menjamah hati gadis kecil ini, tapi aku bangga dirinya bisa mengambil keputusan sepahit itu. Satu yang terlontar dari bibir kecilnya, "Aku sayang Tuhan Yesus ka, dan Dia bisikin aku "Harus sekarang", " ujarnya menangis tiada henti. Percaya bahwa Tuhan boleh menjamah hati gadis kecil ini oleh kuasa doa, entah doa siapa.

Aku terkesima melihat rautnya, yang menahan letupan perasaannya, matanya yang nanar, memandang ke arahku sambil memainkan tempat handphonenya. Aku terus mendengar, dan dia terus mengeluarkan segala perasaannya.

Hal yang sama yang pernah kulakukan, saat ingin mengakhiri hubungan karena perbedaan. Satu kata yang mungkin harus terucap, " Aku bingung .... aku bingung ... aku takut ... sungguh benar-benar takut. Aku sayang kamu, tapi aku lebih sayang Tuhan aku, aku nggak mau nyakitin perasaan Tuhan Yesus ... "
 ....

Dalam lingkaran itu, tepat pukul 08.00 malam di suatu tempat dimana kami pernah menghabiskan waktu bersama, gadis kecil itu menghentikan ceritanya, namun airmatanya tetap menetes satu per satu.

Meski tak banyak yang bisa kuberikan padamu adik kecil, satu kata "PERCAYA" airmatamu akan tergantikan dengan senyum lebar dan keriangan. Memang tidak sekarang, tapi ada masanya kamu harus melewati ini. Agar kamu menjadi perempuan kuat dan boleh menjadi berkat di sekelilingmu, sahabat bahkan keluarga dan dirimu sendiri.

Memang mengapa kita harus beda ? dari pengalaman pahit inilah kamu boleh jadi alat dan berkat. Bersyukur aku bisa melewati dan mengalaminya saat itu. Dan suatu saat kamu akan mengucap syukur dan kamu akan bilang sama diri kamu, "Keputusan aku tidak salah Tuhan Yesus "

Setidaknya dengan begini kalian bisa menjadi sahabat seumur hidup tanpa ada kata perpisahan. Dengan begini kalian bisa saling menopang dan membantu. Tidak akan ada yang berubah, semua akan sama. Dan "Everything will be fine". Banyak cara untuk mengenang perjalanan kalian, banyak cara untuk tetap bersilahturahmi, namun saat ini yang terpenting bagaimana cara kamu untuk bisa tersenyum satu minggu ke depan, dan bangkit menjadi sosok perempuan tangguh. Karena waktu serasa akan berjalan sangat lambat. Disinilah kamu minta kekuatan dari Tuhan, minta Roh Kudus untuk menjamah perasaanmu, agar tidak terlampau sakit.

Satu kata yang teringat dari salah satu abang, "Diproses dan ditempa olehNya, tidak mudah. Harus melewati sakit yang luar biasa, disinilah kita akan melihat betapa baik Tuhan untuk kita, tapi ada berkat yang hendak kamu bagi dan kamu akan mendapat berkat dari Bapa"

Setelah dia puas mengeluarkan amunisi letupan perasaaannya. Dia menghapus airmatanya. Sedikit senyuman simpul terbingkai di wajahnya. Dan mungkin itu karena Tuhan yang angkat sedikit demi sedikit rasa sakitnya.


Sepertinya, gadis kecil ini akan menjadi berkat dari pengalamannya hari itu.

Mari kita menangis bersama, menguatkan bersama dan bangkit bersama.


Cheers,


Chaterine

Dedicated : Gadis kecil itu.  Kami semua bersyukur kamu boleh menjaga kekudusan hatimu.  :)

Rabu, 09 November 2011

Wait :)


Aku menunggu, apa kamu juga menunggu aku ??

DISSAPOINTED :(

Hah !! Siapa lo. Siapa gw. Kenapa lo mesti buat emosi w naik turun. Kenapa lo buat perasaan gw ga karuan begini.

Dari awal gw coba mengerti dan sadar diri, kalau gw bukan siapa-siapa dan lo juga bukan siapa-siapa gw. Tapi semakin ke sini perasaan gw semakin buat gw sesak, pengen gw muntahkan.

Serasa gw berlari, lari dan terus berlari. Sementara gw juga nggak tau lo berlari atau nggak. Gw nggak tau perasaan lo ke gw.

Dan gw kecewa sama keadaan gw sekarang. Lo nggak perlu tahu sekecewa apa gw sekarang. Sangat dan sangat kecewa.

Sepertinya "buah tangan" itu nggak akan gw sentuh dan mungkin ada baiknya gw kubur. Sama seperti gw mengubur nama lo di dalam sana.

Dan lo cuma tinggal kenangan di dalam hati gw...

Terimakasih telah membuat hari-hari gw manis beberapa minggu ini.

Just wait and wait again ...

Thank's Lord ...