Minggu, 29 Desember 2013

Mauku ...

Bergerak sesenti pun tidak ...
Merasa di hilangkan, di lupakan
Ini mauku sebenarnya, tapi mengapa tanpa permisi dan kata selamat tinggal.

Haruskah akhir tahunku kelabu, cukup Tuhan, aku batinku sudah lelah.
Mencari dari setiap gerakan tanganmu, merasa di lepaskan ..

Tak ada perjuangankah kita selama ini,
Ini mauku, pada akhirnya harus terluka lagi dan lagi ..
Mengertilah apa mauku, mengertilah ...

Terlalu tergesa-gesakah kabar ini,
Berdusta lagikah takdir padaku ?
Siapa yang harus menanggung beban ini nanti ...

Haruskah diakhiri dengan kata HILANG, pergi ...
Pergi, membiarkan jemariku mencari kamu 
Semoga kamu pergi belum jauh ...

Separah inikah, rasanya ?
Tuhan, semesta bisakah berlaku adil pada jalanku ...

*buatkan apa mauku ...

Cheers,

Catherine 

Selasa, 10 Desember 2013

Buku 9 tahunan

9 tahun terasa seperti membaca sebuah buku. Bersama kamu aku melewati banyak cerita setiap bab dan per halamannya. 9 tahun sudah kita menyelesaikan buku tebal yang seolah-olah tak ada habisnya dibaca.

Seperti membaca sebuah prolog pada halaman pertama, begitulah aku yang sudah jatuh hati sejak membaca halaman pembuka. Halaman itu seolah tak ingin ku ganti dengan halaman berikutnya. Setiap hari aku jatuh hati, dengan kata aku, kamu, mimpi dan semangat.

Kita sudah menulis cerita dalam buku itu juga, dan sama-sama sudah kita baca berulang kali. Kita tau buku itu terlalu panjang untuk kita baca bersama lagi. Tak ada daya lagi melanjutkan cerita dalam buku kita. 

9 tahun sudah kita membaca buku itu bersama. Melewati cerita yang penuh riak dan rasa. Dan rasanya tak ingin menyelesaikan cerita dalam buku yang kita baca itu. Pada akhirnya kutemukan pada bab akhir sebelum halaman akhir. Tak ada kata ^kita^ , kini yang tertinggal satu nama singkatmu, dan inisial namaku di akte kelahiranku.

Sampai pada sampul kutemukan halaman kosong yang belum banyak coretan. Tersemburat beberapa baris huruf pada halaman itu,
To be continue
or ..
the end


Le^gra

Cath

Selasa, 03 Desember 2013

Cintaku Mentok Di Mahameru (Projek dadakan)

Prolog basa-basi ....

Ahhh cerita ini harus aku mulai darimana ya. Banyak cerita yang ingin kubagi di blog kesayanganku ini. Sekian banyak cerita, dan semua kenapa harus menyangkut di kepala ya. Mulai dari kenekatan trip ke gunung, persiapan, eksekusi sampai pada situasi sayonara * yap perpisahan. Bagian ini paling gak enak deh untuk diceritain. Mending daripada berbasa-basi busuk di pembukaan ini, cerita perjalanan ini mulai digarap per part-nya. *nunggu mood dan kerjaan lain beres. Pada akhirnya tercetuslah membuat ide cerita Cintaku Mentok di Mahameru. Mmm seperti apa, yuk stay tune di chanel ini. *apa sih … hehehe.

Wokeh. Baiklah teman-teman yuk tarik nafas dalam-dalam kira-kira apa ceritanya dan siapa saja yang kebagian di cerita ini. Wuihh, pasti pada nyari satu-satu yang ada nama kalian kan. *hayooo ngaku deh. Ketauan deh, nyari nama masing-masing. hahaha. Wokeh wokeh, daripada kalian duluan bosan baca prolog-kan ini, yuk maree berangkat di Chapter satu yang punya Ikus, Afri, Fuad, Harun, dan mba Novi. *kalau saya gak usah dimasukin namanya. "Perkenalan tak terduga di Matarmaja". *ehm ehm ...





Episode Satu : Perkenalan di atas Matarmaja.



"Mba, kamu di mana ? " ucap salah suara yang belum pakai opening hallo, langsung menyambar kupingku dengan kata-kata DIMANA !!. *huft untung suara cempreng ini baik hati dan tidak nakal.

"Mmm ya, ini siapa ?" jawabku yang memang gak tau nomor simpati siapa yang masuk ke ponselku. 0812 sekian sekian.
"Ikus ... mba dimana, aku sudah sampai di Cikini nih, " ucapnya dengan nada semangat berkobar-kobar. Mmm, kayaknya kita sudah smsn daritadi, ini kali pertama aku dengar suara si Neng Ikus ini. 
"Aku sudah di Cikini, kamu dimana, di lantai atas dekat .... " 
Yaelah, belum juga aku menyelesaikan perkataanku, sosok perempuan tomboi dengan kemeja kotak-kotak merah marun, dengan handuk biru di pundak macam kernet sudah menunggu di balik punggungku. Jujur sebenarnya aku belum hafal betul wajah si Neng ikus ini. Tapi nebak boleh nebak, dari style gayanya dengan tas carier gunung kegedeaan di badannya, dan sepatu yang katanya mirip dengan kenalan di kereta, akhirnya dengan mantap aku yakin inilah perempuan yang ku tunggu *cielah ... Neng Ikus, yang kukenal dari kenekatannya kenalan melalui whatsapp yang nomorku didapat dari mas Is, yang punya projekan trip itu lho, yang kurus, tinggi, yang ganteng. *ehh

"Mba Ikus ? " kataku agak ragu. 
"Iya ". Kami berdua pun langsung berkenalan dan si Neng Ikus ini mulai dengan keramaian suaranya. Mengobrol ala perkenalan ABEGE sambil nunggu temanku si Harun yang sedang menunaikan ibadah sholat di mushola stasiun Cikini. 
"Sendiri mba ? " tanya si eneng Ikus.
"Berdua, sama teman. Lagi sholat dia, di sana !" kataku kayak putri malu-maluin. Hihihi.
Saat asyik mengobrol soal ini itu, bla-bla, soal bawa ini bawa itu, sang pangeran datang *eng ing eng jeng jeng. Harun, teman sekampus ku datang dengan wajah segar dan rambut basah.
"Ini kenalin teman bareng nanti, Harun, " kataku memperkenalkan Harun. Dan ini "Ikus run, " kataku memperkenalkan Ikus. Perkenalan pertama terlaksana, saatnya bergerak ke stasiun selanjutnya, stasiun Pasar Senen. 
"Naik apa kita, " tanyaku pada Ikus sambil menuruni tangga. 
" Bajai saja mba, kita bisa patungan bayarnya. Biar cepat sampenya, soalnya aku mau nuker tiket, pesen di online nih, " jawab Ikus. *cepat, mang bajainya terbang---apa sih.

Sampai di pinggir jalan, kami bertiga bak artis, selebritis papan atas. Setiap orang-orang melambaikan tangan pada kami bertiga, berlomba-lomba minta tanda tangan, eh salah deng, nawarin ojek sebenarnya. Hahaha. 

Tanpa ba bi bu be bo, Ikus menghampiri si driver bajai cinta lingkungan, bajai BBG. "Pak, stasiun senen ya, " katanya nyaring. Si driver, dengan perut buncit dan topi kumal itu sejenak tidak menjawab. Dia memperhatikan kami dari ujung rambut sampai ujung kaki, sampai-sampai tas carier di punggung kami ikut dia perhatikan. Seperti orang diadili. " Stasiun senennya mba, mau ke jawa ya ?" 
"Iya " jawab kami serempak. "berapa ?" tanya si ikus.
"30 ribu ya" Tanpa tawar menawar, kami naik ke dalam kendaraan setrikaan itu. 

Ikus pertama masuk, aku dan harun terakhir. 3 Penumpang dengan 3 tas carier membuat bajai yang memang berukuran terbatas ini, jadi padet dan penuh. Untung jalanan selama salemba, kramat dan kawan-kawannya bersahabat. Beberapa saat kemudian kami sampai di gerbang stasiun. 

Si bajai tepat berhenti di depan loket penukaran tiket. 3 lembar uang 10 ribuan berpindah tangan ke driver bajai. Tak lupa kami berterima kasih pada si driver. Bajai pun perlahan menghilang, dan kami langsung mengantarkan Ikus ke loket penukaran.

Setelah menukar tiket, dan ditraktir makan siang oleh Harun, kami menuju pintu masuk pengecekan tiket. Sebelum kami masuk ke dalam, seorang ibu kenalan tak terduga, turut mendoakan keberangkatan kami ke Malang dan Semeru. Kalau tidak salah si Ibu bilang, "Hati-hati ya neng, sekarang lagi hujan deres. Banyak-banyak doa, " Doa ibu itu pun mengantarkan keberangkatan kami. Huft ...

Sampai di dalam gerbong, aku dan harun menduduki posisi gerbong 2 dan bangku nomor 14 c dan d. Sementara ikus dan kawan-kawan yang belum aku kenal, di gerbong 1 dan 5.

Setelah mengkondisikan tas dengan space kaki di kaki, aku mulai duduk tenang. Harun pun sibuk dengan bb-nya. Kami larut dengan mesin teknologi di tangan kami, tanpa kami tau ternyata kereta pusaka para backpacker "Matarmaja" beberapa menit kemudian akan segera berangkat. 

Belum beberapa menit, Ikus datang bersama teman di sebelahnya. "Mba, mas kenalin ini teman kita satu trip juga, " 
"Fuad, " jawab pria mungil, tertampan hari itu di kereta matarmaja  *cielah ... sebenarnya aku tidak ngeh-ngeh banget siapa namanya, tapi ya sudahlah ya, daripada nanya lagi.
"Mba, kalau dari cakung ke stasiun senen jauh gak ? "
"Jauh, memang kenapa neng ?"
"Teman-teman yang lain masih di jalan, " katanya panik. 
"Ohh terus gimana ? " tanyaku dengan nada agak santai, sebenarnya panik juga sih. hehehe. 
Sambil rempong dengan handphonenya si eneng Ikus jawab, " Ini aku coba mengubungi mereka, kemungkinan mereka menyusul naik kereta berikutnya, " jawabnya sambil pamit meninggalkan aku dan harun di bangku menuju bangku mereka.

Setelah kepergian neng Ikus dan Mas mas yang belum kuketahui sebenarnya namaya (*jujur ini beneran gak inget namanya waktu itu). Aku kembali dengan kesibukanku sendiri. Kereta belum jalan saat itu, dan aku tidak ingin memikirkan banyak hal. Satu hal yang kupikirkan, cepatlah kereta ini membawaku pergi sejauh mungkin. *cielahh, terus teman-teman yang lain gimana ? Keket keket, kamu lupa kalau teman kamu masih di jalan dan belum sampai di stasiun senen ini, bisa-bisanya mikir kayak gitu*

Wokeh lanjut. Aku mulai memperhatikan seorang ibu dan anaknya yang tepat duduk di depanku. Gadis remaja yang lugu dengan stelan jaket tebal. Tampaknya gadis remaja itu, belum terbiasa naik kereta. Terlihat dari wajah paniknya menyoroti wajahku dan harun yang tampak asyik berceritaa dan ber ha ha hi hi ... Ibunya selalu sigap membetulkan posisi baju atau jaket anaknya supaya tidak ada yang tersembul yang bisa dilihat oleh Harun *upss ... atau siapalah yang lewat. Ibu ini sayang sekali dengan gadis remajanya.

Next... beberapa menit kemudian, si matarmaja ini meneriakan terompet andalannya, bunyinya gak kalah cempreng sama suara Neng I**s. Tett teeet. :P ... Yap finally kereta berjalan, saat itu aku sedang melamun dan lupa kalau teman-teman masih di jalan. Maaf yaa. 

Tak berapa lama si Neng ikus dan pria kurus kecil yang tadi datang bersamanya, kembali dan melaporkan kejadian dari a sampai z. Jujur, aku belum ngeh. Telat mikir tepatnya, dan belum sadar apa yang terjadi. *ini JUJUR*. Kedua temanku ini menjelaskan panjang kali lebar, kronologinya. Harun tampak mengerti dari penjelasan mereka, aku ?? Nopeee. Aku cuma ngeliatin aja, tanpa ngerti satu hal pun. *maaf ya, badan doang di kereta, pikiran mah gak tau kemana, karena keasyikan melamun*

Neng ikus dan teman prianya itu pamit menuju gerbong 5. Mereka pergi, aku pun bertanya dalam hati. Ada apa sih sebenarnya ... Okeh aku kembali melamun, menatap keluar jendela. Samar-samar, kereta ini mengaburkan pandanganku tentang Jakarta. Sewaktu lewat stasiun cakung aku bilang sama harun, "Runn, ini cakung" ... Dengan santai temanku ini cuma menjawab, "Iya Cakung terus kenapa, gak bisa berhenti juga Cath. ". Okeh okeh. 

Ini cerita agak sedikit lebai deh. Tiba saatnya si matarmaja melewati stasiun .... (sensor) yang sering aku singgahi bersama seseorang di sana. Berderet bangku besi, dan aku masih ingat betul dimana posisi aku duduk bersamanya tempo hari. *cielah Keket* meski sudah agak lewat stasiun itu, aku masih menatap stasiun itu lekat-lekat, mencoba memutar rekaman di otak bersama ... *uhuk* batuk. 

Balik lagi ke cerita. Beberapa menit kemudian, neng ikus dan akhirnya ku tahu namanya setelah tiga kali bolak-balik ke bangkuku, itupun karena neng Ikus menyebut nama pria itu beberapa kali. Yap Fuad... mas Fuad. Okeh langsung aku rekam dalam otak. *ingatan soal nama memang sering menjadi kendala dalam bersosialisasi* "Mbaa, tadi kita ke gerbong 5, kan mas Fuad sudah pesan 5 tiket buat teman-teman yang ketinggalan. Mba sama mas pindah aja ke sana. Biar lebih enak istirahat. Bisa selonjoran, nanti mba Afri sama mba Novi aja .. " kata neng Ikus. 
"Iya, nanti mba Afri ke sini ya, pakai jaket ijo, pakai jilbab, " jawab mas Fuad.
Tunggu-tunggu maksudnya apa ya ... Mba Novi mba Afrii... koq aku baru ngeh ada teman baru juga ... Harun pun menjawab ok. Ya, untung harun ikut, jadi dia bisa menjelaskan lagi satu per satu. Kenapa dan ada apa sebenarnya. Neng Ikus dan Mas Fuad pergi, Harun menjelaskan dengan sabar. "Ohhh begituu ... " jawabku. Ya Tuhan, jadi sesimpel itu maksudnya, kenapa aku gak ngerti-ngerti ya...

Tak berapa lama, si Mbaa ... *ini juga aku belum tau namanya* datang. "Ayoo kita ke gerbong 5, " tanpa ba bi bu be bo. Dalam hati aku bertanya, ini mba yang mana ya ? Mba Novi apa mba Afri ya ... Sudahlah, nanti juga kenal, kataku waktu itu. Harun mengambil tas carrierku dan segera aku membawa serta pindah dari gerbong 2 ... 

Nahh, perkenalan selanjutnya dimulai. Sampailah di gerbong 5. Seorang perempuan keriting berkacamata menyambut kami. " Noviii" oh ya ya Mba novi. Jadi yang tadi nyamperin mba Afri namanya. Kami berempat pun saling berkenalan. And then ... mba Afri dan mba novi sepertinya mereka asyik mengobrol. Aku dan harun duduk berhadap-hadapan.

Hingga besok pagi, sesampainya di Malang, apa yang akan kami lakukan di dalam kereta ini. Bisa ditebak, kalau gak apdet status di FB, bbm, Path, Friendster (emang msh ada ya :P) ngetwit gambar, dengerin lagu, baca buku, makan cemilan, ngobrol ngalur ngidul, kenalan dengan penumpang lain *kalau ini aku rada jarang, kecuali ada cogan yang duduk dekat-dekat situ. hahaha*, terus memandang keluar jendela yang sebenarnya gak tau apa yang mau di lihat, Bolak-balik lihat jam, bales sms, wa-an, mantau sosial media, browsing, telepon ;pacar, mantan, inceran, teman, keluarga. Ke kamar mandi, tidur, pura-pura tidur, dll. Nah, kalau kamu apa yang biasa kamu lakukan teman, selama di perjalanan kereta ? Jawab satu-satu ya ... *aku dulu yang jawab ya. Aku biasanya pura-pura tidur sampai tidur beneran. hahaha. Kalau Harun, biasanya telepon pacarnyaa. *ok selama di jalan aku dicuekin*. Mba Afri, habis mengobrol langsung tidur dengan posisi kaki di lipet. Mba Novi ? Habis mengobrol, baca-baca, pegang hape, langsung tidur. Neng Ikus ? hahahha ini dia, jawara yang satu ini gak ada abisnya buat HEBOH. Tengah malam aja si eneng Ikus masih adpet status. *prok-prok* 

Satu status yang si neng Ikus apdet, dan menjadi bahan bully-an sepanjang jalan kenangan sampai sekarang, adalah soal cowok backpakeran. Kira-kira begini apdetnya saat itu. "ketemu sama cowok-cowok backpaker depok, rasanya sesuatu ..." apalah gitu. Intinya si eneng Ikus ini senang banget. Apalagi setelah dapat informasi dari narasumber terpercaya saat itu yang tidak mau disebutkan namanya ini, si eneng sempat melancarkan niat permodusannya. "Si ikus, bisa-bisanya nanya charger. Jelas-jelas ada guweh. Heii ada guweh ... hellowww, *baca ala alayer-red* " ujar narasumber tersebut. Terus yang dilakukan si eneng ini, mengobrol. Ada satu cerita tentang sepatu yang samaan, sama seseorang backpaker kenalan itu. *uhuiii* Dari kenalan, turun ke chargeran, eh nyangkut di sepatu, eh lanjut ke hati. Dan ada kelanjutan ceritanya pas di angkot Malang, soal janji Ikus di Mahameru *ceritanya di skip dulu ya* Hahaha. 

Nah kalau ditebak-tebak, mas fuad ini biasa melakukan survei kecil-kecilan dengan sekitar. Pengamat permodusan dan pendamping Ikus di kereta. Hehehe.*maaf ya mas Fuad, kita kan gerbongnya pisah, jadi aku gak lihat kamuh*

Perkenalan tak terduga di kereta andalan para backpaker ini pun berbuah cerita manis, kenangan yang pasti selalu di rekam olehku, kamu, kami, kita dan semua. Ikus, mas Fuad, Mba afri, Novi dan 8 orang backpaker Depok. 

Hingga esok pagi, kereta ini akan membawa kami tiba di Stasiun Malang. Berkenalan lagi dengan sosok-sosok luar biasa dan humble, penuh senyum. Sekarang waktunya kami terlelap dalam perjalanan di kereta ini. *dan aku punya cerita sendiri di judul lain lho*


Dalam tidur kami bermimpi tentang indahnya alam di Indonesia raya.
Kopi, kopi, teh, teh, pop mi, mizon ...
Diantara teriakan penjaja kaki lima itu, kami bertarung mimpi dengan dingin malam.
Tak ada yang kami takutkan, karena kami punya tekat.
Tak ada yang kami ragukan, karena kami punya mimpi,
Tak ada yang membuat kami sepii, karena kami punya kalian
Sahabat, di tengah perkenalan tak terduga.
Kalian yang kami punya, keluarga di derasnya mimpi...
tawa, canda, tangis, kecewa akan kubawa sampai nanti ...

 02.00 dini hari





Lanjut ke Episode II - Senyumnya Langit Kota Malang

Bocoran : Nah episode ini punya Neng Ikus, Mas Fuad, Adit, Mba Nita, Mba Afri dan Harun pas diangkot sampai ke Ranupani ......