Jumat, 16 Agustus 2013

NvR --teruntuk kamu

Dear, God ...

Aku tidak tahu harus mulai darimana untuk menulis blog ini. Aku merasa bisu.
Tapi, Tuhan, pikiran dan hatiku selalu ingin berbicara.

Tepat, seminggu yang lalu Tuhan, aku dikejutkan dengan sms darinya. Tepat hari lebaran kemarin.
Aku yang baru pulang menenangkan pikiranku dari segala macam kepenatan. Aku yang baru pulang menepi di salah satu sudut kota Jawa. Lagi-lagi harus merasakan, perasaaan yang begitu pahit.

Beberapa hari tidurku tak tenang, beberapa hari ini hatiku sakit setiap ingat sms itu Tuhan. Hingga sekarang.
Aku, tak bisa menyebutkan sms itu. Tapi, aku masih menyimpannya. Kelak, aku bisa menghapus sms itu, dan menghapus namanya dari dalam hidupku.

Tuhan, aku pernah ada di posisi dia. Aku pernah merasakan dua hal yang sama sekaligus. Pertama, aku pernah ada di posisi dia sebagai orang yang berhubungan dengan seseorang yang berbeda, dan aku juga pernah berada di posisi perempuan itu. Aku pernah berada sebagai pihak yang dicampakan. Dilupakan, dan dikhianati sekaligus. Dan kini, dua orang itu -- dia dan perempuan itu sedang berada di posisi yang pernah kualami dulu. Aku sakit Tuhan, bukan lantaran aku patah hati, bukan Tuhan. Tapi, aku sakit karena aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk diriku sendiri. Aku hanya berpikir bagaimana, dulu aku ada diposisi dua orang ini sekaligus. Melewatinya. Betapa aku hancur saat itu. Aku merasa terpuruk, malu, dan kepahitan selama beberapa bulan.

Hingga ...
Hingga akhirnya aku memutuskan diri, untuk menyerahkan diriku padaMu Tuhan, saat itu. Aku pasrah. Aku mencarimu, melalui sahabat rohaniku, aku perlahan-lahan bisa bangkit, dan kini apapun jalan yang Engkau berikan. Aku pasrah menjalani keadaan itu yang kusebut dengan berkat berantai.

Tapi, Tuhan apakah aku harus sekali lagi menyakiti diriku untuk kedua kalinya. Aku bahkan tak pernah berpikir apa akibat dari semua yang kujalani sekarang. Aku bahkan tak  memperdulikan rasa sakit yang sebenarnya tak tertahankan ini. Semua tak kuperdulikan. Aku hanya ingin mencoba berdiri dan tidak menangis di hadapannya. Tuhan, aku ingin dia berubah. Meninggalkan semua itu. Tapi, jujur aku pun tak pernah tau caranya seperti apa.

Tuhan, setiap aku bersamanya, aku mencoba untuk tidak menangis, kecewa dan marah. Padahal hati ini ingin sekali marah dan menangis sejadi-jadinya. Mengeluarkan segala rasa sakit hati. Tidak perduli seberapa lama aku menangis, aku hanya ingin menangis. Tapi, itu tak kulakukan Tuhan. Mata ini hanya ingin memandang dia, mencoba merasakan apa yang dia rasakan. Hati ini tidak berontak, hanya ingin mencoba merasa iba dengan keadaan yang tengan di hadapinya. Dan mulut ini tak marah, hanya tak ingin berhenti berdoa untuknya. Aku cuma bisa berucap, aku mengasihinya, aku menyayanginya, orang yang sudah .... ahh dia dan perempuan itu--sudahlah, gak perlu mengungkitnya di sini.

Tuhan, jawablah doa-doaku Tuhan. Sampai kapan, aku merasakan sakit ini. Aku sungguh-sungguh tak kuat. Setiap aku membuka mataku dan memulai hari, cerita itu, kejadian itu, semua berlarian di kepalaku. Sakit Tuhan. Sakit. Meski dengan keadaan seperti ini, aku hanya bisa berdoa, supaya Tuhan menguatkan aku. Dulu aku pernah mengalaminya, kenapa sekarang aku tidak bisa melewatinya. Ini proses pendewasaan imanku, hatiku, dan pilihanku.

"Jika aku pergi, paling tidak aku tidak pernah menyesal pernah menyayangi kamu. Bahkan jika aku harus kehilangan kamu selamanya, aku tak pernah takut lagi. Karena, aku sungguh mengasihi kamu dengan segenap hatiku"


Teruntuk kamu, 

Orang yang tak akan kusebut namanya.


Salam,


Catherine