Jumat, 23 Juli 2010

Sepi Di saat tak ada Mereka










Model : Paupau
Camera : Sii Kecil Kugy
+ HomeStudioz +

Senin, 19 Juli 2010

Semua Spectaculer >> Woooahh ...









Malamalam di Kota Batu-Malang ...

16 Juli 2010

= Aku selalu punya cerita =








Aku dan mereka meretas mimpi di sana....

Bromo Mountain, 13 Juli 2010

Me, Cha, Pau, Et, Ben en' Vi

Kamis, 15 Juli 2010

IPANG - MENUNGGU KESEMPATAN (OST BUKAN CINTA BIASA)

Satu kesalahan yang pernah kulakukan
Tak juga berhenti terus menghantui
Ku kira mampu untuk melupakanmu
Tapi hingga kini ku tak bisa

Berulang kali ku jatuh hati
Banyaknya cinta yang datang dan pergi
Ternyata hanyalah sementara
hanya sebentar saja ku bisa
Melupakanmu

Untuk yang terakhir kalinya
Jangan biarkan ku terus menyesali
Untuk yang terakhirn kalinya
Bisakah kau dengar
Ku minta kepadamu
Karena ku tak mampu
Tak mampu melupakannmu

Harus kupecahkan rahasia hatimu
Agar ku bisa kembali disana

Cinta di Atas Perahu Cadik

Cerpen Seno Gumira Ajidarma
Dimuat di Kompas 06/10/2007



Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Bukankah memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu.

Para nelayan memang hanya tahu perahu. Bulan sabit mereka hubungkan dengan perahu, gugusan bintang mereka hubung-hubungkan dengan cadik penyeimbang perahu, seolah-olah angkasa raya adalah ruang pelayaran bagi perahu-perahu seperti yang mereka miliki, bahkan atap rumah-rumah mereka dibuat seperti ujung-ujung perahu. Tentu, bagaimana mungkin kehidupan para nelayan dilepaskan dari perahu?

Hayati masih terus menuruni tebing setengah berlari dengan pikulan air pada bahunya. Kakinya yang telanjang bagaikan mempunyai alat perekat, melangkah di atas batu-batu hitam berlumut tanpa pernah terpeleset sama sekali, sekaligus bagaikan terlapis karet atau plastik alas sepatu karena seolah tidak berasa sedikit pun juga ketika menapak di atas batu-batu karang yang tajam tiada berperi.

"Sukab! Tunggu aku!"

Di pantai, tiba-tiba terdengar derum suara mesin.

"Cepatlah!" ujar lelaki bernama Sukab itu.

Ternyata Hayati tidak langsung menuju ke perahu bermesin tempel tersebut, melainkan berlari dengan pikulan air yang berat di bahunya itu. Hayati berlari begitu cepat, seolah-olah beban di bahunya tiada mempunyai arti sama sekali. Ia meletakkannya begitu saja di samping gubuknya, lantas berlari kembali ke arah perahu Sukab.

"Hayati! Mau ke mana?"

Seorang nenek tua muncul di pintu gubuk. Terlihat Hayati mengangkat kainnya dan berlari cepat sekali. Lidah-lidah ombak berkecipak dalam laju lari Hayati. Wajahnya begitu cerah menembus angin yang selalu ribut, yang selalu memberi kesan betapa sesuatu sedang terjadi. Seekor anjing bangkit dari lamunannya yang panjang, lantas melangkah ringan sepanjang pantai yang pada pagi itu baru memperlihatkan jejak-jejak kaki Sukab dan Hayati.

Perahu Sukab melaju ke tengah laut. Seorang lelaki muncul dari dalam gubuk.

"Ke mana Hayati, Mak?"

Nenek tua itu menoleh dengan kesal.

"Pergi bersama Sukab tentunya! Kejar sana ke tengah laut! Lelaki apa kau ini! Sudah tahu istri dibawa orang, bukannya mengamuk malah merestui!"

Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala.

"Hayati dan Sukab saling mencintai, kami akan bercerai dan biarlah dia bahagia menikahi Sukab, aku juga sudah bicara kepadanya."

Nenek yang sudah bungkuk itu mengibaskan tangan.

"Dullaaaaah! Dullah! Suami lain sudah mencabut badik dan mengeluarkan usus Sukab jahanam itu!"

Lelaki yang agaknya bernama Dullah itu masuk kembali, masih terdengar suaranya sambil tertawa dari dalam gubuk.

"Cabut badik? Heheheh. Itu sudah tidak musim lagi Mak! Lebih baik cari istri lain! Tapi aku lebih suka nonton tivi!"

Angin bertiup kencang, sangat kencang, dan memang selalu kencang di pantai itu. Perahu Sukab yang juga bercadik melaju bersama cinta membara di atasnya.

Pada akhir hari setelah senja menggelap, burung-burung camar menghilang, dan perahu-perahu lain telah berjajar-jajar kembali di pantai sepanjang kampung nelayan itu, perahu Sukab belum juga kelihatan.

Menjelang tengah malam, nenek tua itu pergi dari satu gubuk ke gubuk lain, menanyakan apakah mereka melihat perahu Sukab yang membawa Hayati di atasnya. Jawaban mereka bermacam-macam, tetapi membentuk suatu rangkaian.

"Ya, kulihat perahu Sukab menyalipku dengan Hayati di atasnya. Kulihat mereka tertawa-tawa."

"Perahu Sukab menyalipku, kulihat Hayati menyuapi Sukab dengan nasi kuning dan mereka tampaknya sangat bahagia."

"Oh, ya, jadi itu perahu Sukab! Kulihat perahu berlayar kumal itu menuruti angin, mesinnya sudah mati, tetapi tidak tampak seorang pun di atasnya."

Nenek itu memaki.

"Istri orang di perahu suami orang! Keterlaluan!"

Namun ia masih mengetuk pintu gubuk-gubuk yang lain.

"Aku lihat perahunya, tetapi tidak seorang pun di atasnya. Bukankah memang selalu begitu jika Hayati berada di perahu Sukab?"

"Ya, tidakkah selalu begitu? Kalau Hayati naik perahu Sukab, bukannya tambah penumpang, tetapi orangnya malah berkurang?"

Melangkah sepanjang pantai sembari menghindari air pasang, nenek tua itu menggerundal sendirian.

"Bermain cinta di atas perahu! Perbuatan yang mengundang kutukan!"

Ia menuju gubuk Sukab. Seorang anak perempuan yang rambutnya merah membuka pintu itu, di dalam terlihat istri Sukab terkapar meriang karena malaria.

"Waleh! Apa kau tahu Sukab pergi dengan Hayati?"

Perempuan bernama Waleh itu menggigil di dalam kain batik yang lusuh, mulutnya bergemeletuk seperti sebuah mesin. Wajahnya pucat, berkeringat, dan di dahinya tertempel sebuah koyo. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

Nenek tua itu melihat ke sekeliling. Isinya sama saja dengan isi semua gubuk nelayan yang lain. Dipan yang buruk, lemari kayu yang buruk, pakaian yang buruk tergantung di sana-sini, meja buruk, kursi buruk, dan jala di dinding kayu, berikut pancing dan bubu. Ada juga pesawat televisi, tetapi tampaknya sudah mati. Alas kaki yang serba buruk, tentu saja tidak ada sepatu, hanya sandal jepit yang jebol. Sebuah foto pasangan bintang film India, lelaki dan perempuan yang sedang tertawa dengan mata genit, dari sebuah penanggalan yang sudah bertahun-tahun lewat.

Ia tidak melihat sesuatu pun yang aneh, tapi mungkin ada juga yang lain. Sebuah foto Bung Karno yang usang dan tampak terlalu besar untuk rumah gubuk ini, di dalam sebuah bingkai kaca yang juga kotor. Nyamuk berterbangan masuk karena pintu dibuka.

Pandangan nenek tua itu tertumbuk kepada anak perempuan yang menatapnya.

"Mana Bapakmu?"

Anak itu hanya menunjuk ke arah suara laut, ombak yang berdebur dan mengempas dengan ganas.

Nenek itu lagi-lagi menggelengkan kepala.

"Anak apa ini? Umur lima tahun belum juga bisa bicara!"

Waleh hanya menggigil di balik kain batik lusuh bergambar kupu-kupu dan burung hong. Giginya tambah gemeletuk dalam perputaran roda-roda mesin malaria.

Nenek itu sudah mau melangkah keluar dengan putus asa, ketika terdengar suara lemah dari balik gigi yang gemeletuk itu.

"Aku sudah tahu?"

"Apa yang kamu sudah tahu, Waleh?"

"Tentang mereka?"

Nenek itu mendengus.

"Ya, kamu tahu dan tidak berbuat apa-apa! Dulu suamiku pergi ke kota dengan Wiji, begitu pulang kujambak rambutnya dan kuseret dia sepanjang pantai, dan suamiku masuk rumah sakit karena badik suami Wiji. Masih juga mereka berlayar dan tidak pulang kembali! Semua orang yang melaut bilang tidak melihat sesuatu pun di atas perahu ketika melewati mereka, tapi ada yang hanya melihat perempuan jalang itu tidak memakai apa-apa meski suamiku tidak kelihatan di bawahnya! Mengerti kamu?"

Waleh yang menggigil hanya memandangnya, seperti sudah tidak sanggup berpikir lagi.

"Aku hanya mau bukti bahwa menantuku mati karena pergi dengan lelaki bukan suaminya dan bermain cinta di atas perahu! Alam tidak akan pernah keliru! Hanya para pendosa akan menjadi korban kutukannya! Tapi kamu rugi belum menghukum si jalang Hayati!"

Mendengar ucapan itu, Waleh tampak berusaha keras melawan malarianya agar bisa berbicara.

"Aku memang hanya orang kampung, Ibu, tetapi aku tidak mau menjadi orang kampungan yang mengumbar amarah menggebu-gebu. Kudoakan suamiku pulang dengan selamat?dan jika dia bahagia bersama Hayati, melalui perceraian, agama kita telah memberi jalan agar mereka bisa dikukuhkan."

Waleh yang seperti telah mengeluarkan segenap daya hidupnya untuk mengeluarkan kata-kata seperti itu, langsung menggigil dan mulutnya bergemeletukan kembali, matanya terpejam tak dibuka-bukanya lagi.

Nenek tua itu terdiam.

Hari pertama, kedua, dan ketiga setelah perahu Sukab tidak juga kembali, orang-orang di kampung nelayan itu masih membayangkan, bahwa jika bukan perahu Sukab muncul kembali di cakrawala, maka tentu mayat Sukab atau Hayati akan tiba-tiba menggelinding dilemparkan ombak ke pantai. Namun karena tidak satu pun dari ketiganya muncul kembali, mereka percaya perahu Sukab terseret ombak ke seberang benua. Hal itu selalu mungkin dan sangat mungkin, karena memang sering terjadi. Mereka bisa terseret ombak ke sebuah negeri lain dan kembali dengan pesawat terbang, atau memang hilang selama-lamanya tanpa kejelasan lagi.

"Aku orang terakhir yang melihat Sukab dan Hayati di kejauhan, perahu mereka jauh melewati batas pencarian ikan kita," kata seseorang.

"Sukab penombak ikan paling ahli di kampung ini, sejak dulu ia selalu berlayar sendiri, mana mau ia mencari ikan bersama kita," sahut yang lain, "apalagi jika di perahunya ada Hayati."

"Apakah mereka bercinta di atas perahu?"

"Saat kulihat tentu tidak, banyak lumba-lumba melompat di samping perahu mereka."

Segalanya mungkin terjadi. Juga mereka percaya bahwa mungkin juga Sukab dan Hayati telah bermain cinta di atas perahu dan seharusnya tahu pasti apa yang akan mereka alami.

Di pantai, kadang-kadang tampak Waleh menggandeng anak perempuannya yang bisu, menyusuri pantulan senja yang menguasai langit pada pasir basah. Kadang-kadang pula tampak Dullah yang menyusuri pantai saat para nelayan kembali, mereka seperti masih berharap dan menanti siapa tahu perahu cadik yang berisi Sukab dan Hayati itu kembali. Namun setelah hari keempat, tidak seorang pun dari para nelayan di kampung itu mengharapkan Sukab dan Hayati akan kembali.

"Kukira mereka tidak akan kembali, mungkin bukan mati, tetapi kawin lari ke sebuah pulau entah di mana. Kalian tahu seperti apa orang yang dimabuk cinta?"

***

Namun pada suatu malam, pada hari ketujuh, di tengah angin yang selalu ribut terlihat perahu Sukab mendarat juga, Hayati melompat turun begitu lunas perahu menggeser bibir pantai dan mendorong perahu itu sendirian ke atas pasir sebelum membuang jangkar kecilnya. Sukab tampak lemas di atas perahu. Di tubuh perahu itu terikat seekor ikan besar yang lebih besar dari perahu mereka, yang tentu saja sudah mati dan bau amisnya menyengat sekali. Tombak ikan bertali milik Sukab tampak menancap di punggungnya yang berdarah?tentu ikan besar ini yang telah menyeret mereka berdua selama ini, setelah bahan bakar untuk mesinnya habis.

Hayati tampak lebih kurus dari biasa dan keadaan mereka berdua memang lusuh sekali. Kulit terbakar, pakaian basah kuyup, dan gigi keduanya jika terlihat tentu sudah kuning sekali?tetapi mata keduanya menyala-nyala karena semangat hidup yang kuat serta api cinta yang membara. Keduanya terdiam saling memandang. Keduanya mengerti, cerita tentang ikan besar ini akan berujung kepada perceraian mereka masing-masing, yang dengan ini tak bisa dihindari lagi.

Namun keduanya juga mengerti, betapa bukan urusan siapa pun bahwa mereka telah bercinta di atas perahu cadik ini.

Sabang, Desember 2006/
Merauke, April 2007.

FOR INSPIRED ME

KE MANA PUN KAU MENOLEH
KITA BAKAL BERTEMU
KARENA KAU HANYA DAGING
BAKAL MENYERPIH DALAM SERATKU


KE MANA PUN KAU MENOLEH
KITA BAKAL BERTEMU
KARENA KAU HANYA TULANG
BAKAL MERAPUH DALAM SENDIKU

(BAKAL-GUS TF-2001)

.............

Aku tahu tempatku hanya disisa ingatan, bayang tertahan, yang setiap matahari muncul akan bergegas ditutup awan. Tolong,

Aku tahu tempatku hanya di karung catatan, berkas yang disisihkan, yang setiap sampai ke atas meja akan selalu dilupakan. Tolong ceritakan,

Aku tahu tempatku hanya diujung lamunan, tapal kepedulian, yang setiap tertangkap hanya bagian dari angan.

Tolong ceritakan, bagaimana bisa tetap punya harapan.

(Tolong-Gus TF-2002)

Minggu, 11 Juli 2010

+ ARION +

Dengan langkah malu-malu dan rambut masih acak-acakan dan wajah menunduk,aku dan kamu memasuki Gedung bersejarah bagi cerita perjalanan kita.
Masih ingat dikepalaku bagaimana cara kamu menungguku di depan toilet wanita setelah kita sampai di dalam.
Dan, saat itu aku dan kamu sekedar meretas persahabatan.

Sambil berjalan mengitari kokohnya pertokoan yang berdiri dengan berbagai macam barang dagangan, aku mulai sibuk mencari-cari apa yang sebenarnya bukan inginku.
Kita sama-sama berjalan, menaiki setiap anak tangga, meski kita tidak bergandengan tangan , tapi aku mampu pahami apa inginmu.
Kita hanya sengaja dipisahkan dinding curam yang berduri. Kamu ataupun aku tak kuasa mendaki dinding itu, untuk sekedar bertegur sapa, karena kamu dan aku takut sama-sama terluka oleh duri itu.

Di tempat itulah aku menanti harapan terbaik untuk rasaku dan rasamu. Meski aku tahu dengan pasti itu takkan berujung.

Di barisan tengah, kita duduk bersanding dengan para pengamat. Memugar cerita bersama sambil menyaksikan jalinan cerita audio visual di hadapan kita. Sekitar dua jam, itupun berlalu begitu saja.

Banyak cerita yang bergulir di dalam sana.
Tak hanya cerita roman itu yang menjadi sejarah, tapi perjalanan kita di tempat itu.
Saat itu juga kita sama-sama saling berbagi, memberi semangat dan membagikan cerita dari setiap kita. Sesekali tatapan kita bertabrakan dan aku memandang jernih matamu. Ini menjadi sejarah perjalanan mata indah itu.

Meski kita tidak saling bersentuhan, tapi aku mampu rasakan setiap sentuhan rasamu melalui tiupan angin dari mesin pendingin ruangan.
Kita lama sekali terdiam. Tak ada suara bergerumuh di sana. Hanya desakan nafas dan loncatan jantungku berlomba-lomba beratraksi.
Kudapan kentang goreng menjadi dingin dan beku, pasrah akan dicampakan di tong sampah. Ice cream vanila mencair membanjiri tepiannya. Tak satupun dari kita menyentuhnya.

Pada akhirnya, sebelum tepat pukul nol, kamu segera hentikan cerita ini dan waktu yang memaksa kita untuk mengakhiri perjalanan ini.

Di tempat itu, menjadi sejarah sekaligus pemicu amarah aku dan dia ketika tanpa sengaja kami berdua melintasi gerbang dan jalan protokol di depan Gedung berhiaskan lampu warna-warni.

Aku tak mampu benamkan rasa dan cerita itu hingga kini. Karena, kamu masih menjadi bayangan masa laluku yang hilang.

Di tempat itu awal bahagiaku dan akhir kesedihanku.

Arion ... punya cerita klasik dan akan menjadi sejarah panjang yang belum ada ujungnya ...


Cheers,


_Ch_

Dedicated for : Kamu, yang selalu menjadi tempat curahan perjalanan kita di tempat itu. Sungguh aku tak tahu keberadaan kamu, tapi aku mampu berharap dan menunggu cerita itu diputar kembali hingga puluhan tahun lagi. Karena, kamu aku mengenal arti seorang SAHABAT ....

Sabtu, 10 Juli 2010

Aku takut gelap ... (Kolaborasi Aku dan Kamu)



Biar gelap malam menemani kamu,..
rembulan yang akan terangi kakimu,
jangan takut gelap, "DIA tidak meninggalkan kamu" ....


Aku :
kemarin aku mengenal kamu dengan satu nama ...
kemarin aku menatap kamu dengan sepasang mata indah itu
kemarin masih sama ...
lalu ....

Kamu :
kemarin aku berusaha menatap mata itu lebih lekat,,,
menafsirkan setiap sudut yang bertepi disana

Aku :
tapi aku belum mampu, membalas sinar itu ..
terlalu silau dan aku takut semua menjadi gelap ...
sangat gelap, hingga aku menerawang mencari titik,
karena, aku takut gelap ...

Kamu :
sekuat daya aku menatapnya,
sehingga bila gelap itu memperkenalkan diri dan semakin akrab denganku,
setidaknya aku masih bisa mengambilnya dari masa lalu yang bernama kenangan.

Aku :
kenangan yang meninggalkan sejuta tanda tanya,
hingga kini belum mampu aku untuk menyalakan satu pijar di sana ...
entah itu lilin kecil, lampu temaram atau hanya disinari rembulan

Kamu :
tak mengapa, sinarmu mampu membasuh semua
yang kata rasaku adalah kering oleh sepi.

Aku :
sekalipun aku harus berangkat dari kegelapan ini
dan mengakhiri dengan kegelapan pula ...
haruskah ku cari satu pijar di antara kita atau terduduk diam,
membeku dengan satu pertanyaan besar

Kamu :
sedari tadi aku hanya bisa meraba,
menerawang dan mengira-ngira kemana gelombang rasa ini hendak berlabuh

Aku :
namun nyatanya, aku terperosok ke dalam
tanpa tahu apa yang ada di kegelapan itu
gelap sangat gelap....
aku mencoba mencari sinar itu dari matamu,
nyatanya pula tak kutemukan lagi. kamu menghilang ...

Kamu :
tangisku pecah,
kedapatan diriku hanya sendiri
tanpa mampu berteriak ataupun berbisik
ku gigit bibirku menahan semua ini...mengepalkan tangan sekuat tenaga ...
karena, aku takut gelap ..

Aku :
sepi yang tadi bersahabat denganku, lambat laun berteriak dan emosi " Diam kamu perempuan!!, apa yang hendak kamu tangisi??"
bukankah dia tidak pergi, kamu dan dia hanya masih di jalan gelap ini
kalian kini mencoba mencari sinar dengan cara hati kalian ...

Kamu :
gelap ini pun berkata bijak : aku lebih dari gelap yang kamu takutkan karena jalanku tak lurus,
aku ini labirin. tapi aku ada agar setelah ini kamu dapat melihat sinar yang lain dengan lebih jernih.
aku ini masa istirahat untuk retinamu, jadi nikmatilah dan jangan menangis lagi ...

Aku :
Tapi apakah aku mampu ... sekalipun kebaikan ini untuk sepasang retinaku,
apa ini baik untuk hatiku ?? dan mengapa kamu menggiring ku ke labirin itu ??

Kamu :
gelap tersenyum, ia merengkuhku.
simpulnya menghantarkanku pada diam yang lain.

Aku :
baiklah, aku tahu cara meredakan tangisku ...
setelah tangisku kering, maka kugolekan tanganku pada lembaran putih itu
dan menyaksikan jemari mungil ini menari-nari, mengalihkan pandanganku dari kamu.

Kamu :
gelap ini memang baik hati
tapi ia tak urung memberikan tiupan angin dingin yang membuat bulu romanku tegar.
lalu secarik asap hangat entah dari mana datang dan aku masih diam.
terdiam dengan waktu yang cukup lama ....

Aku :
bulir inipun mengalir ...
retinaku semakin panas, minta di sejukkan ...

Kamu :
tak ada yang bisa, satu-satunya cara hanya membiarkan semuanya larut,
lalu menghilang dalam segumpal tisu atau basuhan jemari kotor ini...

Aku :
Ku tarik nafas ini dalam...
lalu menghantarkan doa pada sang Ilahi, menumpahkan segala rasa...
dan membiarkan sinar matamu pergi melayang entah kemana. merimba, berkelana mungkin

Kamu :
dan air mata itu tetap tumpah, tak ada alasannya menampungnya karena itu sama saja menahan perih...

Aku :
Baiklah, cukup perih ini ...
tapi satu kata, aku tetap mengenal mu dengan satu nama, satu senyuman
dan satu sinar mata yang takkan pernah padam

Kamu :
gelap berkata : sejak lama sang empunya telah menanti engkau merunduk begini
aku pun pasrah menunggu mentari datang dan gelap tergusur ...

Aku :
lalu, haruskah ku torehkan itu dalam bilik-bilik yang bersembunyi ... sementara dia cuma gelap....
tapi, baiklah si empunya waktu akan menuntaskannya segera,
karena, dia tahu kamu takut gelap.. jadi bersabarlah ...

Kamu :
cukup aku lelah kini saatnya terpulas sebelum nanti terjaga lagi dan mencari jalan keluar labirin ini ..

Aku dan kamu :
Maka tuntaskan saja semua malam ini, sebelum kamu terjaga dengan setumpuk skenario hidup ...


Cheers,


_Ch_

For : paupau , sii penasehat nyata ... thanks for sharenya ...
ini hasil mimpi kita, cerita kita melalui dunia maya... lainkali kita retas kembali. Semuanya yahh !!!

100710 ...

Jumat, 09 Juli 2010

Ajari Aku ....

ajari aku mencintai tanpa harus menunggu,
seperti kamu mencintai diriku dengan sepenuh hati.
ajari aku .... bagaimana caranya, agar aku dapat merasakan kembali rasa yang sempat beku ...
ajari aku menyayangi kamu setulus hati,
seperti embun dipagi hari, yang menyejukan sukmaku ...

ajari aku menunggu, seperti kamu menunggu aku ...
agar tak lelah hati ini , agar tak mengering harap ini ....
sekuat tenaga aku mencoba merasakan seperti apa yang kamu rasakan ...
mengapa begitu jauh, meski kamu telah sekuat tenaga merengkuh aku hingga kamupun kembali menghilang.
......

Dan,
ternyata, kamu masih ada. kamu tak pergi. tak beranjak meninggalkan aku sedikitpun ...
aku malu dengan hatiku ... aku malu dengan masa laluku ...
hingga kini pun aku tak berani untuk beranjak jauh dari tempat ku berdiri sekarang.

bila kamu bilang aku terlalu angkuh ... bukan itu. tapi akupun tak dapat merobohkan dinding ini, aku tak mampu membakar lukisan masa itu ... skenario itu yang menempaku, memoles rupaku menjadi keras dan tak berhati....

maaf, aku tak bisa ... sekuat tenaga aku telah mencoba. tapi rasanya sama ..
hambar ... tanpa rasa ...

ini penggenapan dari semua rasa yang ada. mungkin tersirat kamuflase ...
tapi maaf ... aku tak mampu mengajari diriku sendiri untuk mencintai kamu, menyayangi kamu ...
kamu terlalu sempurna menjadi langit, kamu terlalu indah menjadi laut ...

itu analogi tentang kamu, tentang rasa kamu dan aku ....
dunia kita tak sejalan, lengan ini tak mampu berpegangan,
hati ini tak mampu berdiam di dalam dunia kamu ...


Namun, ajari aku seperti kamu untuk duniaku yang lain ....


Cheers,


_Ch_

Dedicated : rasa yang tidak dapat berdiam untuk kamu ... Ketulusanmu membuatku tak mampu mengatakan yang sesungguhnya ...
(Untuk kalian semua, yang tak dapat mengungkapkan rasa yang sesungguhnya )

Sabtu, 03 Juli 2010

( Masih Sepi )

Bagaimana kawan, membuang sepi ini. Bagaimana kawan menuntaskan malam yang jengah ini. Aku ingin berlari sangat jauh hingga kakiku tak mampu untuk bergerak lagi. Agar aku cepat terpulas dan terlelap ditemani si penawar mimpi, hingga si centil menguning kembali di angkasa sana keesokan harinya.

Entah apa yang ku rasa malam ini. Kali ini cuma satu kata yang ada dibenakku. SEPI. Tidak ada lagi kawan berbagi, tak ada lagi kawan menangis. Tidak ada lagi kawan menggila.

Setumpuk diktat kini kuacuhkan karena aku tak ingin bercumbu dengan diktat itu malam ini. Hanya rangkaian dan barisan tentara aksara berdiri tegak dan sangat rapi menjadi temanku berdongeng.

Tanganku gemulai menari-nari di atas sekotak benda berteknologi canggih ini. Imajinasiku berlomba-lomba dimuntahkan, agar tak terlalu lama dipendam dan menjadi racun. Racun yang akan segera membunuh sistem kerjaku.

Maka hingga kini aku masih sepi. Entah sampai berapa lama. Kenyataannya, tidak ada sekumpulan kawan untuk meretas mimpi di sini. Hanya hingga petang tadi aku mampu merasa sangat damai dan lepas.

Cheers,

_Ch_

From “Deep in my heart”. Di kamar ini aku merasa sendirian, karena aku Cuma seorang dan tak ada seorang lagi di sini.

Jumat, 02 Juli 2010

Merasa sangat sepi

Menatap kosong ke layar berdimensi, meski banyak cerita yang bergulir diputar di depan itu, namun mengapa semua terasa kosong seperti tidak bernyawa. Tidak ada ruh dan jiwa sekalipun … dan kini aku merasa sendirian, merasa sangat sepi …

Aku merindukan saat-saat itu. Canda dan gemuruh tawa menjadi obatku di kala sepi. Tapi mengapa aku tak mampu untuk beranjak menghampiri kamu. Menyadarkan kamu bahwa aku terpesona dengan garis hidupmu. Rangkaian indah barisan aksara seperti syair dan prosa terlontar dari bibirmu, semua seperti penawar.

Masih lekat di alam sepiku, kamu tengah menghampiriku, memberikan sepotong lelucon, yang membuat tawaku meledak, mengocok habis isi perutku … Hahaha. Melupakan sejenak apa yang menjadi masalahku. Pergulatan ego, rasa dan asa.

Kita berbagi cerita, kita bertukar rasa, kita merangkai prosa-prosa indah bersama melalui pesan singkat. Setiap dering ponselku, seakan memberikan seteguk air segar di kala ku haus. Sungguh aku menanti setiap rangkaian tanganmu bersama imajinasimu. Rasaku dan rasamu melayang-layang di atas angkasa bermain sebagaimana mestinya tanpa ada pengikatnya …

Tapi, sesungguhnya tak pernah ku tahu kamu berdiri di mana. Entah membelakangiku, berjarak sesenti atau kiloan meter dari tempatku berdiri.

Sebaris angka di hadapanku seakan memaksaku untuk bercumbu dengan ponsel bututku. Tapi kuurungkan karena kamu dengan peri manismu tengah merengkuh kebahagiaan.

Sesungguhnya aku tak punya banyak pilihan. Satu di antara seribu sekalipun, ternyata secara sadar pilihan itu menjadi tujuanku. Tak ada tutur manis rayuan gombalmu pengantar mimpi malam ini. Benar-benar tak punya ruh. Berbayang dan berputar dan tak mau berhenti …

Aku butuh sedikit ruang untuk bernafas, aku butuh bahumu untuk bersender. Menghilangkan jengah yang tengah merasuki sendi-sendi rasaku. Kukalungkan harapku di atas segalanya. Berdoa pada Sang Khalik, agar aku dibebaskan dari jeratan rantai rasa ini. Berharap Tuhan, mematikan semua rasa perih dan bahagia ini agar menjadi tawar …

Aku ingin bertemu kamu sekali lagi untuk menuntaskan mimpiku yang terhenti karena ketakutan dan kecemasan … berbagilah apa yang menjadi rasamu sekalipun itu bukan aku.
Terima kasih…

Cheers,

_Ch_
(20710)

Dedicated : untuk malam sepi ini…. Di mana ruh itu, jangan beranjak tetaplah di situ karena aku ingin memastikan kamu baik-baik saja.

Kamis, 01 Juli 2010

+432000 detik bersama kamu +

432000 detik waktu yang telah kita retas bersama …
Begitu banyak episode yang terlewat … begitu banyak cerita yang bergulir … dan sungguh aku menikmati setiap waktu 432000 detik itu bersama kamu. Meski hanya menjadi kisah bahkan sejarah perjalanan aku dan kamu…

Meski hanya menjadi tempat persinggahan hatimu yang sepi, kosong dan kering. Tak masalah buatku, karena begitulah caraku menyayangi kamu. Tak mengapa aku cuma menjadi pengingat setiap gerakan semangatmu … aku cuma ingin kamu berubah … perubahanmu adalah semangat sekaligus obat untukku …

Kamu telah menjadi candu yang membuat sistem kerjaku tidak fokus, kamu candu yang juga menyakiti sekaligus membahagiakanku… Tapi mengapa semua harus ku akhiri, tapi mengapa semua menyakitiku…

Aku seperti kehilangan arah, aku seperti kehilangan semangat.

Tak mudah bagiku untuk kembali fokus dari awal karena kamu telah merecoki alam sadarku. Semua aksara adalah tentang kamu, semua semangat adalah kamu..
Aku berpikir telah terlalu jauh melampaui hatimu, aku terlalu jauh membangun imajinasiku yang bodoh. Tak masalah, karena merangkai kata demi kata menjadi sebuah jalinan adalah tumpahan rasa dan refleksi hatiku sekaligus obat kedua yang menyembuhkanku….

Aku kehilangan teman bicara, sahabat sejati sekaligus kekasih semu …

432000 detik yang terlewat, semua terasa berat,hingga pagi ini pun aku harus memulai semua dari nol. Aku tak bermaksud apa-apa, aku hanya merasakan apa yang ku rasa…
ini adalah ciptaan dari 432000 detik bersamamu, sebelumnya benar-benar tak pernah ku rasa … aku hanya mampu memasang pagar tinggi, agar aku tak berusaha melompat… melewati batas awalku….

Imajinasi telah membodohi aku… tak kumiliki harap apapun dari kamu, karena aku melakukan dengan tulus, biarkan Tuhan yang berencana. Aku sungguh-sungguh takkan kan pernah benar-benar beranjak meninggalkan kamu, aku hanya berbelok untuk mencairkan hati ini yang hampir beku, mengkristal dan akan pecah,.. tumpah ruah menjadi air yang akan menenggelamkanku dengan dongeng-dongeng sebagai pengantar tempat peraduanku…

Mengakhiri tak semudah memulai dari awal. Ini seperti tembok besar yang harus ku daki, ini semua seperti samudera yang harus ku seberangi .
Dan ketika aku mulai mampu mencapai puncak dan aku telah menyebrang ke dasar hatimu.. tapi ternyata aku harus berbelok arah, meninggalkan kamu tanpa tahu apa yang tengah terjadi..

86400 detik pertama,…
Ini perjalanan manis sekaligus sejarah bagi jalan bisu itu …
Aku ingat betul episode yang telah diputar di jalan protokol ibukota. Aku ingat betul hingga hari ini apa yang tengah kita rancang demi keinginan kamu…

172800 detik kedua…
Ini awal dari perjalanan semangat kamu untuk menggapai mimpi, dan aku berada di samping kamu untuk mendampingi kamu… melumerkan semua keraguan kamu mengenai mimpi kamu untuk dapat berubah dan membahagiakan keluarga kamu…

Dengan mata masih mengantuk dan hampir tertidur, aku menjadi alarm kamu, mengingatkan setiap detail keperluan kamu untuk menggapai mimpi itu…

Dan hari itu kamu masih semangat, sangat semangat … Aku bangga dengan perubahan kamu,
Setiap kali senyummu terlukis, canda dan tawa menjadi peluru dan senjata aku mengenal kamu lebih dalam … dan aku mulai merasa ada yang beda dengan rasa ini, entah apa yang telah merecokiku malam itu…

259200 detik ketiga …
Masih sama dengan 172000 detik kedua, kamu masih terlihat sangat semangat … dan aku tetap jadi alarm penyemangat kamu. Meski mulai ada yang merecoki alam sadarku. Sekuat tenaga aku fokus dan tidak beranjak, karena aku janji dengan Sang Ilahi untuk kamu …
Itu dasar kompromiku antara egoku dan rasa yang mulai timbul … Tapi yang penting semangat buat kamu menggapai mimpi …

345600 detik keempat ..
Perjalanan kedua, ini yang menjadi cerita seru … setelah 259200 detik berkutat dengan diktat-diktat penentu masa depan kamu, akhirnya kita bisa merangkai mimpi bersama mereka.

Canda dan tawa di meja itu… layar lebar yang menjadi pelumer kebekuan, ternyata belum mampu meruntuhkan imajinasi bodohku. .. hahaha..
Hujan itu mengakrabkan aku dan kamu … dan aku berterima kasih Tuhan turunkan hujan malam itu…

Hujan itu penghapus laraku meski hanya beberapa detik saja …
Dan aku mulai melupakan masa laluku yang telah lama menjadi kerak dan menempel ..

432000 detik terakhir …
Detik inilah puncaknya … puncak dari segala rasa yang ku rasa. Karena aku tahu detik ini adalah kesempatan. Tapi mengapa semua beku dan membosankan …
Kamu diam dan aku diam. Aku tak tahu apa inginmu dan kamu tak tahu apa inginku…
Karena, kamu cuma diam dan aku juga diam… Semua terlewat tanpa tahu apa ada akhirnya …
Aku cuma diam karena, tak pahami hatimu. Aku takut menerka dan salah dari semua apa yang kutafsirkan … karena aku takut semua akan berubah, keadaan ini… aku takut bangunan yang kita bangun bersama aku runtuh menjadi rata, makanya aku hanya diam meski hati memaksaku untuk memuntahkannya …

Aku mulai merasa nyaman dengan 432000 detik bersama kamu, aku mulai merasa mampu meninggalkan masa laluku, tapi aku tak sungguh pahami hatimu dan entah sampai kapan aku harus menunggu waktu itu datang membangunkan dari mimpi ini ...


Cheers,

_Ch_

Dedicated for : Pria tampan 432000 detik kemarin …
26 June 2010