Senin, 10 Mei 2010

Ego dan Wanita Pecundang

Ketika hilang imajinasiku, ketika semua terhenti pada waktu yang cukup lama.
mengikis semua kepenatan menunggu. semua pergi begitu saja,
berlalu, datang, kembali dan pergi lagi, tanpa ku sadari kamu telah menjadi racun.

berikan aku, hentikan aku, genggam aku... ku mohon..
jangan kau biarkan aku melayang tanpa arah yang dituju..
kita telah melewati puluhan triliun detik, bahkan hampir semua setiap persekonnya adalah kamu.

semua cerita adalah tentang kita, tentang kamu, tentang mimpi kita..
namun semua itu terhimpit ketidakrasionalan..antara ego ku, cemasku dan rasa takut mu...

aku tak ingin menjadi bara tanpa api dan kamu tak mungkin menjadi bayangan tanpa wujud..
aku ingin menghilangkan jejakku, tanpa kau berani membuntuti ekorku...
namun kamu punya jurusnya, mematahkan langkahku yang hampir sampai..
aku tak berdaya dan kamu menjadi racun sekaligus penawar...

sulit terkatakan, sulit untuk memulai apalagi mengakhiri..
entah mengapa aku menjadi si dungu yang penakut,.
kanan kiri ku berujar " Ayolah, anda pasti bisa ".

HAH...bisa apanya. mungkin aku hanya bisa jadi wanita pecundang kelas kakap nomor satu.
membiarkan semua cerita berlalu begitu saja dan sibuk mendengarkan curahan orang..

hingga si ego mengecam ku dengan keras "Hey, wanita kapan kau mendengar dirimu sendiri, sementara kau sibuk dengan barisan cerita mereka".

ku jawab demikian " Hey...ego sejak kapan kau menjadi realistis, bukankah kau selalu saja merecoki pikiranku dengan keinginan-keinginanmu".

sentak si ego marah dan berkata " Baiklah wanita, akan ku buat kau menginginkannya sampai kau bertekuk dan tak dapat menjerit.."

Ayo tantang saya. ayo lakukan kalo kau bisa.
Tapi, semua terhenti dan hampir padam...
Mampus saya...matilah saya karena tantangan si ego....

..................Lalu ...................

Hati kecilku mencibir " Saya hampir kalah, jangan sampai ego melucuti kelemahanku"

"Rasakan semuanya wanita, kamu yang meminta ini kan, kamu telah membangunkan level tertinggi ku dan kamu akan menguras semua airmatamu, hingga kamu tak sanggup menjerit bahkan berlari", sambil menunjukkan taring dan mahkota bak Raja, memegang pedang dan siap-siap menikamku.

"Ampuni saya ego..." isakku

"Baiklah, tapi kamu harus jujur, tetap harus jujur..."

Arghhhhhh... tidak bisa...

"Ya sudahlah, biarkan semuanya..." lantas si ego pun menghapus setiap aksara yang menempel di kepalanya.

"Baiklah lupakan perbincangan kita ini.." Wanita pecundang berlalu begitu saja sampai waktu yang tidak ditentukan...

Hey wanita, mungkin ketakutan kerap kali melanda kita, apapun bentuk ketakutan itu. tapi ingat ketakutan itu hanya memberikan masalah baru. derap kembali langkahmu yang sempat terhenti meski tertatih-tatih sekalipun, terus dan terus kobarkan semangat keberanian, tunjukan wanita bukan menjadi pecundang ...


Cheers,


_Ch_