Minggu, 18 Agustus 2013

Gak tau rasa apa ini.

Banyak yang tak terkatakan saat raga ini ingin pergi darinya.
Banyak yang tak tersampaikan ketika jiwa ingin meninggalkannya.
Bukan mati. Bukan musnah. Hanya pergi beberapa waktu saja, hanya menghilang beberapa waktu saja.

Sudah saatnya aku menikmati hidup, bukan menikmati sakit.
Sudah waktunya aku menyenangkan diriku, bukan menyenangkan orang lain.
Dan sudah sepantasnya aku melepaskannya, agar aku bisa berjalan.

Tuhan tolong kakiku pincang. Kakiku sakit.
Tuhan aku ingin berlari, berlari, berlari meninggalkan semua rasa memuakan ini.

Aku sendiri juga tidak tau apa rasanya ini. Ini kenapa ? dan ini mengapa.
Yang pasti merasakan rasa seperti ini tidak nyaman.
Ingin sekali kuhancurkan. Ku lenyapkan, kubenamkan sedalam mungkin.

Ahh entah apa ini. Rasanya tidak bisa dimengerti.
Ada yang salahkah. dari diri yang Tuhan sudah ciptakan bagiku ?
Engkau yang menitipkan rasa ini Tuhan, bantu aku Tuhan untuk menjalani rasa ini.

Gak tau Tuhan rasa apa ini. Entah, belum ada jawabnya sampai sekarang.


Terima kasih Tuhan.


Catherine

Tentang Puasa

Pertanyaan: Puasa Kristen – apa kata Alkitab?

Jawaban: Alkitab tidak memerintahkan orang-orang Kristen untuk berpuasa. Puasa bukanlah sesuatu yang dituntut atau diminta Allah dari orang-orang Kristen. Pada saat yang sama, Alkitab memperkenalkan puasa sebagai sesuatu yang baik, berguna dan perlu dilakukan. Kitab Kisah Rasul mencatat tentang orang-orang percaya yang berpuasa sebelum mereka mengambil keputusan-keputusan penting (Kisah Rasul 13:4; 14:23). Doa dan puasa sering dihubungkan bersama (Lukas 2:37; 5:33). Terlalu sering fokus dari puasa adalah tidak makan. Seharusnya tujuan dari puasa adalah melepaskan mata kita dari hal-hal duniawi dan berpusat pada Tuhan. Puasa adalah cara untuk mendemonstrasikan kepada Tuhan, dan kepada diri sendiri, bahwa Anda serius dalam hubungan Anda dengan Tuhan. Puasa menolong Anda untuk memperoleh perspektif baru dan memperbaharui ketergantungan pada Tuhan.

Sekalipun di dalam Alkitab puasa selalu berhubungan dengan tidak makan, ada cara-cara lain untuk berpuasa. Apapun yang dapat Anda tinggalkan untuk sementara demi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan dengan cara yang lebih baik dapat dianggap sebagai puasa (1 Korintus 7:1-5). Puasa perlu dibatasi waktunya, khususnya puasa makanan. Tidak makan dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak tubuh.
Puasa bukan untuk menghukum tubuh Anda, tapi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan. Puasa tidak boleh dianggap sebagai salah satu “metode diet.” Jangan berpuasa untuk menghilangkan berat badan, tapi untuk memperoleh persekutuan yang lebih dalam dengan Allah. Benar, siapa saja bisa berpuasa. Ada orang-orang yang tidak bisa puasa makan (penderita diabetes misalnya), tapi setiap orang dapat untuk sementara meninggalkan sesuatu demi untuk memfokuskan diri pada Tuhan.

Dengan mengalihkan mata dari hal-hal dunia ini, kita dapat memusatkan diri pada Kristus dengan lebih baik. Puasa bukanlah cara untuk membuat Tuhan melakukan apa yang kita inginkan. Puasa mengubah kita, bukan Tuhan. Puasa bukanlah cara untuk kelihatan lebih rohani dibanding orang lain. Puasa harus dilakukan dalam kerendahan hati dan dengan penuh sukacita. Matius 6:16-18 mengatakan, “"Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."

NvR end

Aku berusaha untuk nahan sakit, waktu dia menelepon aku.
Aku berusaha untuk nahan nangis, waktu ngomong sama dia.
Aku berusaha untuk diam, waktu dia sedang berbicara.


Tuhan, sampai kapan perasaan ini terus menyakiti aku?
Tuhan, sampai kapan aku terus seperti ini ...

Jumat, 16 Agustus 2013

NvR --teruntuk kamu

Dear, God ...

Aku tidak tahu harus mulai darimana untuk menulis blog ini. Aku merasa bisu.
Tapi, Tuhan, pikiran dan hatiku selalu ingin berbicara.

Tepat, seminggu yang lalu Tuhan, aku dikejutkan dengan sms darinya. Tepat hari lebaran kemarin.
Aku yang baru pulang menenangkan pikiranku dari segala macam kepenatan. Aku yang baru pulang menepi di salah satu sudut kota Jawa. Lagi-lagi harus merasakan, perasaaan yang begitu pahit.

Beberapa hari tidurku tak tenang, beberapa hari ini hatiku sakit setiap ingat sms itu Tuhan. Hingga sekarang.
Aku, tak bisa menyebutkan sms itu. Tapi, aku masih menyimpannya. Kelak, aku bisa menghapus sms itu, dan menghapus namanya dari dalam hidupku.

Tuhan, aku pernah ada di posisi dia. Aku pernah merasakan dua hal yang sama sekaligus. Pertama, aku pernah ada di posisi dia sebagai orang yang berhubungan dengan seseorang yang berbeda, dan aku juga pernah berada di posisi perempuan itu. Aku pernah berada sebagai pihak yang dicampakan. Dilupakan, dan dikhianati sekaligus. Dan kini, dua orang itu -- dia dan perempuan itu sedang berada di posisi yang pernah kualami dulu. Aku sakit Tuhan, bukan lantaran aku patah hati, bukan Tuhan. Tapi, aku sakit karena aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk diriku sendiri. Aku hanya berpikir bagaimana, dulu aku ada diposisi dua orang ini sekaligus. Melewatinya. Betapa aku hancur saat itu. Aku merasa terpuruk, malu, dan kepahitan selama beberapa bulan.

Hingga ...
Hingga akhirnya aku memutuskan diri, untuk menyerahkan diriku padaMu Tuhan, saat itu. Aku pasrah. Aku mencarimu, melalui sahabat rohaniku, aku perlahan-lahan bisa bangkit, dan kini apapun jalan yang Engkau berikan. Aku pasrah menjalani keadaan itu yang kusebut dengan berkat berantai.

Tapi, Tuhan apakah aku harus sekali lagi menyakiti diriku untuk kedua kalinya. Aku bahkan tak pernah berpikir apa akibat dari semua yang kujalani sekarang. Aku bahkan tak  memperdulikan rasa sakit yang sebenarnya tak tertahankan ini. Semua tak kuperdulikan. Aku hanya ingin mencoba berdiri dan tidak menangis di hadapannya. Tuhan, aku ingin dia berubah. Meninggalkan semua itu. Tapi, jujur aku pun tak pernah tau caranya seperti apa.

Tuhan, setiap aku bersamanya, aku mencoba untuk tidak menangis, kecewa dan marah. Padahal hati ini ingin sekali marah dan menangis sejadi-jadinya. Mengeluarkan segala rasa sakit hati. Tidak perduli seberapa lama aku menangis, aku hanya ingin menangis. Tapi, itu tak kulakukan Tuhan. Mata ini hanya ingin memandang dia, mencoba merasakan apa yang dia rasakan. Hati ini tidak berontak, hanya ingin mencoba merasa iba dengan keadaan yang tengan di hadapinya. Dan mulut ini tak marah, hanya tak ingin berhenti berdoa untuknya. Aku cuma bisa berucap, aku mengasihinya, aku menyayanginya, orang yang sudah .... ahh dia dan perempuan itu--sudahlah, gak perlu mengungkitnya di sini.

Tuhan, jawablah doa-doaku Tuhan. Sampai kapan, aku merasakan sakit ini. Aku sungguh-sungguh tak kuat. Setiap aku membuka mataku dan memulai hari, cerita itu, kejadian itu, semua berlarian di kepalaku. Sakit Tuhan. Sakit. Meski dengan keadaan seperti ini, aku hanya bisa berdoa, supaya Tuhan menguatkan aku. Dulu aku pernah mengalaminya, kenapa sekarang aku tidak bisa melewatinya. Ini proses pendewasaan imanku, hatiku, dan pilihanku.

"Jika aku pergi, paling tidak aku tidak pernah menyesal pernah menyayangi kamu. Bahkan jika aku harus kehilangan kamu selamanya, aku tak pernah takut lagi. Karena, aku sungguh mengasihi kamu dengan segenap hatiku"


Teruntuk kamu, 

Orang yang tak akan kusebut namanya.


Salam,


Catherine




Sabtu, 10 Agustus 2013

Aku ingin belajar ...

Aku ingin belajar dari batu. 
Aku ingin belajar dari angin.
Aku ingin belajar dari udara.
Aku ingin belajar dari laut.
Aku ingin belajar dari gunung.
Dan pada akhirnya aku ingin belajar dari musim.

Batu mengajarkan aku untuk kuat. Mau sekeras apa dia terhempas, terlempar bahkan dibuang, batu tidak akan pernah melebur. Tapi ingatlah, batu pun punya hati. Batu bisa terkikis oleh air hujan. Lambat laun, tetesan air hujan menyebabkan pori-pori di tubuhnya, yang membuatnya tak sempurna seperti batu.

Aku ingin belajar seperti batu. Keras, harus kuat meski harus terhempas dan kalah dengan pergumulan. Aku tidak ingin rapuh seperti daun kering, aku ingin kuat seperti batu yang tak pernah hancur. Tapi pada akhirnya, mau seperti apa aku belajar dari batu, aku manusia, kadang luka bisa membuat aku hancur. Airmata membuat aku pun menjadi tidak sempurna.

Angin, mengajarkan aku untuk diam. Angin tak pernah menampakan bagaimana rupanya. Manusia tak pernah tau bagaimana elok rupanya, angin tidak pernah menggagahkan kelembutannya. Kadang jika kita marah pada angin, angin tampak diam, dia hanya memberikan kesejukan, yang membuat amarah kita reda. Tapi, ingatlah angin dapat menjadi tidak sempurna. Angin bisa marah, angin bisa menjadi kasar, dengan sekali hembusan, angin bisa memporak-porandakan seluruh isi bumi.

Aku ingin belajar dari angin. Tanpa suara, aku berkata. Dalam sepi, aku hadir. Menjadikan semua makhluk Tuhan merasa nyaman dengan angin sejuk yang selalu membawa berkat yang tak pernah selesai. Aku ingin seperti angin, tak pernah menggagahkan siapa aku. Pada akhirnya, aku ingin makhluk semesta mengenalku dengan satu nama. Angin. Tapi, aku juga manusia, kadang bisa lupa, kalau aku belajar dari angin. Aku terlena dengan kenyamanan, aku bisa sedahsyat angin, yang meluapkan kemarahan.

Udara, mengajarkan aku untuk ingat pada Tuhan. Udara yang tak nampak, namun selalu mengisi tubuh manusia yang entah berapa banyak oksigen dia berikan secara cuma-cuma. Udara selalu dibutuhkan, meski tak pernah dianggap. Udara selalu menyediakan, untuk aku bernafas, memompa jantungku, dan menjadikan aku dan banyak isi semesta bisa hidup. Dan udara tak pernah pilih kasih, dia siap sedia adanya.

Aku ingin belajar banyak dari udara, yang selalu mengingatkan aku untuk mencari Tuhan. Udara membuat aku bisa bernafas. Menghirup miliaran oksigen, yang membuat aku bisa melihat indahnya dunia. Merasakan manisnya hidup, bahkan mengecap pahitnya luka. Udara mengajarkan aku untuk kembali padaNya, pencipta segala isi semesta. Bagaimana, bila tak ada udara ? Apa aku bisa meneriakan satu nama, Tuhan.

Laut. Aku mencintai laut, sama seperti aku mencintai segala kenangan tentang kamu. Di sana terlalu banyak ukiran namamu dari air ombak. Terlalu banyak pula, lukisan tentang nama aku dan kamu di sana. Sudah selayaknya aku patut belajar pada laut. Dari laut, aku belajar tentang kata tenang. Dari laut, aku belajar untuk menunggu. Kapan riakmu datang, kapan riakmu reda, dan kapan gemuruhmu menghancurkan khayalanku. Ahhh! tak bisa dijabarkan bagaimana aku mencintai laut. Laut, samudera, dan langit, tiga semesta yang membuat aku jatuh cinta setiap hari. Tak ada habisnya, kata-kata ini untuk melukiskan betapa aku mencintai, "LAUT". Terima kasih laut, dirimu mengajarkanku banyak hal tentang menunggu.

Gunung, isi semesta yang selalu menungguku untuk pulang. Gunung tempat aku bisa meneriakkan namamu dari puncaknya. Tanpa suara yang bergemuruh, aku berteriak dalam sepi. Diam dan bisu. Gunung yang selalu mengajakku untuk menari-nari di atas kesakitan. Gunung yang selalu menuangkan banyak cerita, yang membuat aku lupa segala tujuan duniawi. Gunung yang selalu bisa menghapus dahagaku akan makna hidup. Tak perduli, berapa ribuan kali aku melangkah kepuncaknya, aku akan tetap kembali pulang ke peraduanku. Di sana aku bisa dekat dengan satu nama, Tuhan. Setiap jejalan kakiku di sana, ada doa. Ada nama Tuhan yang selalu kusebut puluhan kali. Gunung, guru yang selalu membuat aku belajar untuk berbesar hati dan melapangkan dada. "Di atas air, masih ada tanah, di atas tanah, masih ada bukit, di atas bukit masih ada gunung, di atas gunung masih ada langit. Di atas langit masih ada ruang semu. Entah apa namanya"

Dan kini aku ingin belajar banyak dari musim. Musim yang selalu datang tepat pada waktunya. Menggantikan musim kering, menjadi musim hujan. Menggantikan musim hujan dengan musim semi ahh! dan begitu seterusnya. Tak pernah berhenti untuk berputar. Begitu juga dengan aku, Aku ingin seperti musim, yang mengerti semua akan terjadi pada musimnya, dan segala sesuatunya akan indah pada waktunya.

Banyak sekali yang ingin kupelajari dari isi semesta...

Terima kasih Tuhan, Engkau berikan isi semesta yang menjadi guru terbaik bagiku. 


Salam hangat,



Catherine

Jumat, 09 Agustus 2013

Doa untuknya

Tuhan, Tuhan, Tuhan ... aku terus meneriakan namaMu.
Allahku, Bapaku yang maha kasih. Tolong aku!

Bagaimana cara aku bisa mencerna semua kejadian ini.
Terlalu dinikah ? terlalu cepatkah ?

Ajari aku mencari hikmatMu ya Bapa. Aku takut, aku tak punya kekuatan apapun untuk merubah dia. Hanya Engkau ya Tuhan. 

Aku menyayangi dia, jauh dari yang dia ketahui. Sungguh, aku bermimpi. Lantas kenapa aku takut ? Tuhan, aku cuma takut dikecewakan lagi. Aku cuma takut merasakan sakit yang sama. Belum sembuh luka kemarin, kenapa aku harus menerima kenyataan yang seharusnya gak kudengar. 


Tuhan, malam ini aku cuma diam. Menatapi setiap jarum jam, bisakah waktu cepat berlalu ? Sekali lagi aku mencermati kata tiap kata di dalam pesan singkat ini, tapi Tuhan aku belum bisa mencerna dengan akal sehatku. Sekali lagi, aku membuka hape, berderet pesan singkat dari dia. Mencari jawaban, menunggu jawaban dari aku. Aku sendiri bingung, apa yang harus ku jawab. 

Harusnya dengan tegas kukatakan padanya, tinggalkan semua itu! tapi, sekali lagi aku takut Tuhan. Takut salah melangkah. Memang tidak seharusnya aku membiarkan dia hanyut semakin dalam. Dulu aku pun pernah ada di posisi dia. dengan tangan Tuhan, melalui sahabat rohaniku, aku bisa terlepas. Dengan doa, dan puasa. 

Tapi kenapa Tuhan, nyatanya itu benar2 terjadi lagi padaku, Tepatnya bukan aku yang alami. Semua berurutan. Dari adik rohaniku di PMK, sahabatku, teman dekatku, adik PKL di kantor, belum lagi kakak sekaligus atasanku sendiri. Ahh, sudah berapa kali ini terulang Tuhan. Dan sekarang dengan dia. 

Aku paham, jalan-jalan yang Engkau berikan. Tapi, aku takut memberi jawaban padanya sekarang. Aku mau berdoa ya Tuhan, ya Bapaku untuk dia.

"Tuhan, aku tau, dia tau, jalannya sudah salah, sama seperti aku dulu yang pernah salah jalan. Tapi melalui orang lain, sahabatku sendiri Engkau membasuhku dengan darahMu. Engkau mengampuni aku, mengangkat aku dari jalan-jalan gelap itu. Tak dapat kubalas kasihMu Bapa. Dulu, aku merasa terasing dengan jalan gelap yang harus kulalui dulu, aku merasa sendiri. Tapi aku tau Engkau selalu mengawasi jalan-jalanku. 

Kini aku mengerti Tuhan, berkatMu tak akan putus sampai di sana. Engkau boleh pakai aku, jalan gelapku untuk orang lain, bahkan untuk dia. Aku tidak tau caranya Tuhan untuk mengubah dia, tapi bimbing aku untuk melakukan yang benar-benar sesuai kehendakMu, bukan keinginan dagingku, karena aku pun pernah ada di posisi dia. Tapi Tuhan, jujur ini sakit. Tapi, apapun itu keletakkan ke dalam tangan kasihMu. Bantu dia, ya Tuhan untuk meninggalkan jalan yang salah. Seperti firmanMu yang selalu jadi pelita bagi kakinya. 

Aku tak punya kekuatan apapun Tuhan, untuk melewati saat-saat ini. Tapi aku percaya, di setiap doa aku meminta menjadi berkat, Engkau boleh menggenapiNya. Untuk kehidupanku, kini, esok dan nanti. Begitu juga dia, jalan-jalan inilah yang harus dia lewati, kuatkan hatinya untuk benar-benar meninggalkan jalan gelap itu. Jamah selalu pikiran dia, apapun kondisi dia Tuhan yang boleh jagai dia"

Amin

Kata Mutiara oleh2 buat kamu!

Ini bukan kado untuk hari ulang tahunmu. Ini bukan juga hadiah karena kamu telah baik sama aku. Atau ini bukan pula reward karena kamu menepati janji. Ini cuma barang biasa, yang gak ada harganya. Aku cuma bingung mau kasih oleh2 apa sama kamu. Dari dulu aku kasih baju, gak dipake, ya alesannya ga muat (ya emang badan kamu besar banget sekarang), eh di kasih kaos yang agak besaran, ga pernah juga tuh kamu pake kalau kita lagi jalan. Alasannya, bahannya gak suka. Panas. *Huft, cuma bisa elus dada, barang pemberian gak dihargain. Kalau aku bisa ngomong, semua barang yang pernah kamu kasih ke aku itu, aku jaga dan aku sering gunain, meski kadang model bajunya udah ketinggalan jaman, atau udah gak muat tapi paling gak sekali2 masih aku pakai. 

Nah! sekarang aku kasih barang ini, karena kan gak bakal keliatan juga mau kamu apain. Di kasih orang kek. Di buang kek! gak di pake juga gak keliatan. Cuma jadi pajangan di dinding kamar kamu (itu juga kalau kamu niat bawa pulang. *paling alasannya, gak enak sama orang rumah tar ditanya itu dari siapa) Jadi sebenarnya bukan aku gak pengen ngasih ini itu sama kamu. Tapi terlalu banyak alasannya. Jadi, males ngasihnya, toh sekalinya di kasih tuh barang jadi gak guna. Bahkan udah di kasih sama orang lain (tetangga, sodara, temen atau apalah)

Nah! Sekian nih. Uneg-uneg aku soal oleh-oleh. Semoga bermanfaat, dan paling gak oleh2 yang terakhir ini gak sama nasipnya kayak barang yang dulu2. Sekian.


Terima kasih.


Salam hangat,


Catherine