Selasa, 16 Agustus 2011

Sepenggal Cerita Kecil Tentang Kopi

 Maaf aku ingin pergi, pergi dari kesakitan ini.
Maaf aku harus jauh, jauh dari rasa sakit ini.
Maaf aku ingin sendiri, sendiri menyelinap masuk di antara kericuhan hati.
Dan maaf aku harus menyebrang, lewati laut mati ini.

Sudah cukup aku merasakan kelumpuhan langkahku,
Sudah cukup aku rasakan pil pahit yang kuracik sendiri,
Dan kini aku ingin melawan arus rasa, sekalipun harus berlari di atas air keruh,

Tak banyak yang akan terucap lagi, tak banyak lagi potret yang akan terukir lagi.
Kita sama-sama merasakan sakit yang luar biasa, dan kita juga pernah merasakan perjalanan yang luar biasa.
Pancaran itu akan tetap sama, entah sampai kapan. Mungkin sampai mata kita sama-sama  lelah menangis.

Tenang saja, langit kita masih sama. Meski tak lagi berpijak di tanah yang sama, paling tidak kita masih tinggal di bumi, berjauhan jaraknya hingga ribuan kilometer. Aku tahu cakrawala itu yang akan mempertemukan kita kelak.
Ku ingat setiap rasa yang kau tuangkan dalam gelas kopi pahit kehidupan, itu menjadi candu dan kini aku ingin berhenti menenggak rasa itu, karena akan ada musimnya aku tak suka kopi buatan tanganmu.

Kini biarkan kita sama-sama menyeduh racikan kopi buatan tangan kita sendiri dan menenggaknya seorang diri. Jangan biarkan siapapun mengambil rasa itu dari kita. Biarkan tetap menjadi ampas dan hanya kita yang tahu.

Dan rasa kopi itu dipisahkan oleh “Perbedaan”



Cheers,


_KECIL_